Lihat ke Halaman Asli

Rudy

nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

Manfaat Produk Keuangan dalam Tinjauan Filsafat

Diperbarui: 13 Agustus 2020   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pri

'Nggak pakai ribet', itulah kira-kira satu kalimat singkat namun tepat untuk menggambarkan salah satu produk keuangan yang kian dikenal dan diminati masyarakat guna mendukung berbagai transaksi, baik transaksi pribadi maupun kegiatan bisnis, dalam era semakin berkembangnya teknologi digital saat ini. Ya, dialah uang elektronik atau uang digital sebagai sebuah sarana transaksi yang praktis, mudah, efisien dan aman yang tak terbayangkan pada lima atau enam tahun yang lalu. 

Di samping produk-produk keuangan lain, seperti berlangganan asuransi kesehatan, membeli motor melalui pembiayaan perusahaan, berinvestasi dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau sukuk, yang merupakan cakupan dari Kebijakan Makroprudensial yang dijalankan oleh Bank Indonesia, sehingga kian mendorong masyarakat untuk lebih produktif dalam melakukan kegiatan ekonominya. 

Dengan fasilitas uang elektronik tersebut, baik kartu maupun scan QR-code, masyarakat dapat memanfaatkan dalam melakukan berbagai transaksi keuangan, seperti membayar  tagihan listrik, membeli pulsa atau paket jaringan seluler, cicilan kredit kendaraan, atau transfer uang, hanya tinggal klik saja dengan menekankan jari tangan di atas tombol smartphone yang ada di genggaman masing-masing. Sederet kemudahan yang ditawarkan tersebut semakin terasa maknanya di tengah ketidakpastian selama pemberlakuan PSBB akibat pandemi covid-19 yang mengharuskan warga agar melakukan berbagai aktivitas #dirumahAja. 

Saking mudah dan canggihnya telepon cerdas tersebut sehingga disebutkan telah melahirkan 'generasi rebahan' sebagai efek sampingnya. Namun demikian berbagai aktivitas transaksi keuangan tersebut tentu saja lebih banyak memberikan dampak positif dalam menggerakkan roda perekonomian nasional pada umumnya dan menjaga stabilitas sistem keuangan pada khususnya sebagai bagian dari upaya Bank Indonesia untuk mewujudkan makroprudensial aman terjaga

Penggunaan uang digital tersebut nampaknya kian hari kian berkembang luas sehingga memudahkan masyarakat dalam beraktivitas, apalagi sekarang berbagai kegiatan ekonomi seperti di bidang jasa transportasi, lamaran kerja, termasuk keikutsertaan lomba penulisan di media kompasiana ini juga mensyaratkan bagi peserta untuk memiliki uang elektronik. Dari satu aspek uang digital itu saja sudah dapat dibayangkan --atau malah bagi masyarakat awam tak terhitung jumlahnya karena tak mampu menghitung he..he..he..-- berapa besar perputaran uang yang terjadi dalam kegiatan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia.

Penggunaan produk keuangan seperti menabung di bank, berinvestasi dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) atau sukuk, dan mengajukan permintaan kredit untuk modal usaha, selain menguntungkan bagi si pelaku juga dapat bermanfaat bagi orang lain, seperti dapat menjadi sumber dana bagi yang membutuhkan pinjaman atau kredit dan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan belanja negara, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja sehingga banyak orang bisa membiayai hidupnya. 

Khusus mengenai kredit bank untuk modal usaha, penulis mempunyai pengalaman kurang mengenakkan untuk tidak menyebut "pahit" bila dilihat dari kaca mata sekarang yang menurut hemat penulis jauh lebih enak yang secara mendasar dapat dialami dan dirasakan oleh masyarakat luas. Dan secara khusus pula sengaja penulis turunkan dalam artikel sebagai pembelajaran yang dapat dipetik hikmahnya bagi semua pemangku kepentingan. 

Sebagaimana disebutkan dalam filsafat agama bahwa seperti misalnya untuk dapat merasakan nikmatnya sehat jikalau sudah pernah merasakan sakit. Demikian pula orang dapat mengerti artinya kenyang kalau pernah merasakan lapar. Atau kita tidak dapat membedakan terangnya siang hari bila tidak pernah menyaksikan gelapnya malam, dan seterusnya. 

Cuma sayangnya, untuk dapat menghargai dan mengerti nikmatnya hidup, orang tidak harus merasakan mati dahulu. Karena bila demikian yang dilakukan, maka penyesalanlah yang didapat dan tentu saja tak ada gunanya. Itulah salah satu rahasia dan hikmah Tuhan menciptakan dunia seisinya berpasang-pasangan.

Berkaitan dengan pemanfaatan produk keuangan, sekitar sepuluh tahun yang lalu penulis pernah mengajukan permintaan kredit atau pinjaman ke PT Telekom di kantor pusatnya melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Program CSR digulirkan sejak era Orde Baru yang diketahui kemudian lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan penguasa dari pada semangat untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat ekonomi kecil dan menengah seperti yang dicanangkan melalui pengembangan koperasi dan UMKM. 

Sumber dana CSR tersebut berasal dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 dan peraturan turunannya tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil yang disediakan dari penyisihan sebagian laba BUMN sebesar 1%-5% (dari laba setelah pajak).  Saat itu kebijakan tersebut lebih dikenal sebagai Program PEGELKOP (Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline