Lihat ke Halaman Asli

Rudy

nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

RUU Ketahanan Keluarga Memang Mestinya Ditinjau Kembali

Diperbarui: 26 Februari 2020   05:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik sekali sekaligus aktual, analisis dan uraian dari Christopher Reinhart. asisten peneliti dari Prof. Gregor Benton pada School of History, Archaeology, and Religion Cardiff, dalam artikelnya berjudul Bayangan Skandal Moral Hindia Belanda dalam RUU Ketahanan Keluarga.

Dari pemaparannya yang saya pahami, melalui studi kepustakaan penulis menunjukkan bukti sejarah dan memperbandingkan  sekaligus mengungkapkan adanya suatu kesamaan antara situasi serta lingkungan politik yang dialami pemerintah Hindia Belanda pada saat itu dengan apa yang tengah dialami pemerintah Indonesia, dalam hal ini lembaga terhormat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, khususnya mereka yang membidangi RUU ketahanan Keluarga yang sedang dalam tingkat usulan untuk dimasukkan dalam Prolegnas dalam periode kerja 2019-2024 hingga disahkan menjadi Undang-undang.

Pada intinya, dalam tulisannya disebutkan bahwa para wakil rakyat itu (mungkin tidak semua) seperti sedang mengalami disorientasi, dalam arti tidak mampu (dan boleh jadi tidak mau) membedakan sekaligus membuat skala prioritas.

Dalam konteks tersebut saya pernah menulis artikel dengan judul Bangsa Yang Kehilangan Akal yang ditayangkan pada Desember 2013 lalu. Topik dan pemberian judul itu terinspirasi oleh sebuah buku berjudul Bangsa yang Paradoks diterbitkan oleh UGM Press pada tahun 1980-an, yang mengkaji tentang sifat dan watak bangsa Amerika Serikat. 

Kembali pada soal RUU ketahanan Keluarga,  saya pikir ada baiknya jika kelima orang legislator dan para pendukung, konon kabarnya satu orang  telah menarik diri dari tim pengusul, menyimak artikel yang saya tulis dalam blog pribadi: Reinterpretasi dan Reaktualusasi Ajaran Islam, seraya merenungkan (kembali) bahwa sekiranya pemikiran itu didasarkan pada dan bertolak dari ajaran Islam, maka hasilnya haruslah membuat rakyat khususnya dan manusia umumnya kian dewasa, selaras dengan spirit ajaran Islam yang menjunjung tinggi pikiran dan akal sehat. Bukan sebaliknya malah kembali menjadi seperti anak-anak yang ini-itu harus dan serba diatur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline