Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat sebesar 4,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan kuartal II yang mencapai 5,05%. Capaian ini juga berada di bawah target pemerintah, yang sebelumnya memproyeksikan angka di atas 5%. Hal ini menandakan perlunya evaluasi terhadap dinamika perekonomian global maupun domestik. Berdasarkan publikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, di sisi global, fragmentasi geoekonomi, ketegangan geopolitik, dan proyeksi ekonomi global yang tumbuh 3,2% pada 2024 dan 2025 masih menjadi perhatian. Di sisi domestik, inflasi rendah dan terkendali di rentang sasaran 2,5% 1% yaitu 1,71% di bulan Oktober 2024 dengan rasio utang yang terkendali pada 39,4% di bulan Juni 2024. Ekspor juga mencatat pertumbuhan positif yaitu sebesar 9,09 persen. Kajian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta mengidentifikasi peluang pemulihan di akhir tahun.
Pertumbuhan Ekspor
Berdasarkan publikasi Kementerian Keuangan RI, ekspor sektor migas pada triwulan III mengalami penurunan. Namun, secara garis besar ekspor Indonesia mengalami peningkatan. Kepala BKF menyampaikan aktivitas ekspor Indonesia pada September 2024 masih tercatat sebesar USD22,08 miliar di tengah tekanan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur global yang masih terkontraksi 48,8 pada September 2024. Kondisi tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 8,13 persen (year on year/yoy). Secara sektoral, pertumbuhan terbesar pada sektor pertanian sebesar 38,76 persen (yoy), diikuti sektor pertambangan dan lainnya sebesar 9,03 persen (yoy), dan juga sektor industri pengolahan sebesar 7,11 persen (yoy). Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang tetap menjadi negara mitra utama dengan kontribusi ketiganya sebesar 43,57 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari hingga September 2024 tercatat mencapai USD192,85 miliar.
Menurut Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia sudah mencapai US$24,41 miliar pada bulan Oktober atau naik 10,69 persen dibanding ekspor September 2024. Kenaikan ini masih dipengaruhi oleh ekspor non migas, dimana sebagian besar komoditas mengalami peningkatan. Pada bulan Oktober ini, peningkatan terbesar dimiliki oleh sektor lemak dan minyak hewani/nabati yaitu 52,67 persen. Ekspor nonmigas Oktober 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,66 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,34 miliar, dan India US$2,02 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,49 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$4,32 miliar dan US$1,59 miliar. Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari--Oktober 2024 berasal dari Provinsi Jawa Barat dengan nilai US$31,52 miliar (14,51 persen), diikuti Jawa Timur US$21,44 miliar (9,87 persen) dan Kalimantan Timur US$20,86 miliar (9,60 persen).
Suku Bunga Global dan Pengaruhnya terhadap Investasi Dalam dan Luar Negeri
Ekspektasi suku bunga AS dan Indonesia berbeda. The Fed memproyeksikan masih ada potensi kenaikan suku bunga hingga akhir tahun, namun suku bunga BI diproyeksikan telah mencapai puncak dan berpotensi dipangkas tahun ini. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Oktober 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,51% pada 2024 dan 2025, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Berikut merupakan data perbandingan suku bunga dunia (US) dengan suku bunga Indonesia
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 didukung oleh permintaan domestik. Investasi tetap kuat, khususnya investasi bangunan sejalan dengan penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Secara keseluruhan tahun, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 berada dalam kisaran 4,7-5,5% dan meningkat pada 2025. Ke depan, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendorong pertumbuhan, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran, mengingat target presiden terpilih yang ingin mencapai angka 7-8% pertumbuhan ekonomi.
Head of Equity Research and Strategy Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer mengatakan penurunan suku bunga 50 bps oleh The Fed membuka peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan lebih lanjut. Dengan melihat pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal, penguatan nilai tukar rupiah, disertai dengan masih menariknya valuasi pasar saham, dia melihat peluang yang lebih tinggi bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mencapai skenario optimis di 8.000 pada akhir tahun ini. Kenaikan IHSG biasanya menunjukkan sentimen positif di pasar saham, yang bisa menarik lebih banyak investor untuk masuk. Dengan meningkatnya permintaan saham, harga saham berpotensi terus naik, memberi kesempatan bagi investor untuk meraih keuntungan.
Kembali ke pembahasan penurunan suku bunga di Triwulan III 2024. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman, sehingga perusahaan dapat meminjam uang dengan lebih murah untuk membiayai ekspansi, investasi dalam teknologi, atau meningkatkan operasi mereka. Dengan biaya modal yang lebih rendah, perusahaan memiliki lebih banyak peluang untuk bertumbuh dan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi. Akibatnya, permintaan akan saham meningkat karena investor berharap pada laba yang lebih tinggi di masa depan, yang mendorong harga saham naik. Penurunan suku bunga juga merangsang konsumsi dan investasi di seluruh ekonomi sehingga meningkatkan permintaan barang dan jasa. Dengan kondisi ekonomi yang lebih kuat, pendapatan dan keuntungan perusahaan cenderung meningkat, yang kembali menarik lebih banyak investor ke pasar saham.