Lihat ke Halaman Asli

Suara Kancil; Seruan Atas Nama Kebenaran

Diperbarui: 15 November 2015   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawa Timur kembali bergoncang, Lumajang, kota kecil di pesisir pantai selatan Jawa Timur ini geger dengan peristiwa pembunuhan Salim alias Kancil, warga Dusun Krajan 2, Selok Awar-Awar, Pasirian Lumajang, pada Sabtu 26 September pagi.

Peristiwa itu sendiri tergolong sadis karena dilakukan secara berkelompok, dimana Kancil dibawa paksa oleh sekelompok orang yang terganggu dengan sikap Kancil yang menentang penambangan pasir di daerah tersebut, disiksa di balai desa beramai-ramai, diseret di areal perkebunan dan meninggal di sana dengan banyak luka menganga akibat benda tajam.

Pasir memang menjadi ladang strategis di Lumajang dan menjadi incaran banyak pihak. Pengusaha, masyarakat sekitar sampai pemerintah diuntungkan dari pertambangan pasir ini. Sebagian ada yang legal dan sisanya hanya lewat perijinan abu-abu dari oknum perangkat setempat. Jika menilik akar permasalahan, tak hanya soal isu kerusakan lingkungan akibat eksplorasi pasir, tapi semua juga tentang polemik isi perut yang beradu disini. Dan jika memang ada skenario besar yang melibatkan oknum desa, maka tak ubahnya masyarakat disana tertindas oleh kezaliman penguasa, tak ubahnya seperti wajah kaum proletar yang tertindas tirani borjuis.

Kejadian tersebut sekaligus juga mengingatkan kembali memori kita umat Islam, pada kezaliman Firaun di masanya. Dimana saat itu Musa hadir sebagai pembebas di kalangan Bani Israil, beliau tak takut menyuarakan kebenaran sampai Firaun memerintahkan untuk memburu Musa seperti banyak dikisahkan dalam Al-Quran.

Jika merujuk Islam sebagai teologi pembebasan; tentunya dengan digarisbawahi sebelumnya bahwa ajaran Islam tidak untuk melakukan pengorbanan yang sia-sia, sudah saatnya masyarakat, umat Muslim pada khususnya, untuk bersama menyerukan kepada semua pihak yang berwenang menuntaskan kasus ini. Umat Islam harus menyuarakan apa yang harusnya disuarakan di Lumajang, karena efek terbelahnya masyarakat menjadi dua bagian, dimana ada Kelas Penindas (penguasa, borjuisi, teknokrat) dan Kelas Mustadh’afin (miskin, budak) telah sampai pada klimaksnya dengan terbunuhnya Kancil.

".....pergilah kamu berdua (dengan Harun) kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (QS. Thaha: 43-44)

Kita tidak sedang menyerukan untuk bertindak ala kaum Marx, karena meskipun ide-idenya menumbuhkan gerakan kaum pinggiran untuk bersatu tapi pada kenyataannya muncul sebagai penindas-penindas baru atas nama diktator proletarian. Tapi kita menyerukan untuk bersama mewarnai pergerakan umat Islam di Lumajang, untuk mentransformasikan jihad sebagai aksioma, menyerukan ide-ide reformatif menuju arah perombakan atas nama kebenaran. Karena apapun nanti yang akan kita lakukan untuk menentang kezaliman ini, haruslah disertai kesadaran dengan memperhitungkan akar masalah yang sesungguhnya, bahwa ada begitu banyak permasalahan sosial yang sedemikian kompleks, termasuk tirani terstruktur di Lumajang.

Ila hadrati ruhi Salim, Al-Fatihah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline