Sebagai pelengkap dari Pameran "Jakarta dari Bawah Tanah", penggagas kegiatan yakni Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jabodetabek, juga menyelenggarakan diskusi kesejarahan. Diskusi pertama berlangsung pada 25 September 2024 dengan pembicara sejarawan Dr. Bondan Kanumoyoso dan arkeolog Dr. Sonny Wibisono. Sebetulnya yang akan berbicara Dr. Restu Gunawan, namun karena ada urusan lain yang lebih penting, beliau digantikan Dr. Sonny Wibisono.
Bondan berbicara tentang "Pembentukan masyarakat kolonial di Batavia". Pertama beliau bicara tentang kolonialisme dan imperialisme yang sering dianggap sinonim, padahal memiliki pengertian yang berbeda. Imperialisme, kata Bondan, secara harfiah berarti pemerintahan oleh suatu negara terhadap wilayah atau negara lain dengan pemberian status kewarganegaraan terhadap penduduknya. Sementara kolonialisme selalu berbentuk penguasaan secara langsung, sedangkan imperialisme dapat berwujud dalam bentuk hegemoni atau dominasi.
Menurut Bondan, masyarakat kolonial mulai terbentuk sejak Portugis, Belanda, dan Inggris mendirikan koloni mereka di Nusantara. Namun koloni Portugis dan Inggris hanya terdapat di beberapa wilayah yang ada di pinggiran Nusantara, misalnya koloni Portugis di NTT dan koloni Inggris di Bengkulu. Sementara koloni Belanda tersebar di pulau-pulau utama dan penghasil komoditi seperti Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Banda.
Sebenarnya ada rencana J.P. Coen untuk membangun Batavia sebagai kota yang dihuni oleh orang Belanda, namun ditolak oleh Heren XVII (para direktur VOC). Alasannya, orang Eropa dianggap akan menjadi ancaman bagi monopoli dagang yang dijalankan oleh VOC. Selain itu, jarak yang jauh antara Batavia dan negeri induk, yang harus ditempuh selama enam bulan perjalanan laut.
Itulah sebabnya orang Eropa selalu menjadi minoritas di Batavia. Penduduk mayoritas adalah orang-orang Asia yang berasal dari dalam dan luar wilayah Nusantara. "Kondisi inilah yang menyebabkan masyarakat Batavia selama abad ke-17--18 menjadi sangat majemuk dan terdiri atas beragam etnis.
Cornelis Chastelein
Pada 1705, sebagaimana makalah Bondan, ada usulan yang dikemukakan Cornelis Chastelein. Ia menekankan pentingnya untuk memasukkan imigran dalam jumlah besar ke Batavia. Bahkan Chastelein mengritisi VOC yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan hanya sedikit memberi perhatian kepada masalah koloni. Kelak, Chastelein terkenal di Depok.
Bondan juga mengemukakan masalah budak pria dan budak wanita di Batavia. Karena dibutuhkan oleh banyak pejabat atau penguasa, maka budak amat diperlukan. Itulah sebabnya di Batavia pernah dikenal lelang budak. Ternyata budak perempuan lebih mahal harganya daripada budak laki-laki. Umumnya budak perempuan memiliki berbagai keahlian seperti memasak, membatik, menari, main musik, dll.