Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Bongkar Pasang Chattra di Candi Borobudur, Perlu Batas Toleransi Batu Asli dan Batu Baru

Diperbarui: 4 Agustus 2023   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Candi Borobudur pada awal penemuan abad ke-18, bagian stupa induk tampak berantakan (Sumber: Buku 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur, Trilogi 1)

Rencana pemasangan chattra (payung bertingkat tiga) pada bagian puncak Candi Borobudur kembali bergulir. Kali ini Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan pemasangan chattra sebagai upaya penyempurnaan Candi Borobudur. Rencana ini pun mendapat sorotan media.

Usulan untuk mengoptimalkan Candi Borobudur sebagai bagian dari lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) melalui pengembangan Kunjungan Wisata Religi Agama Buddha Indonesia dan Dunia ini disetujui Menko Maritim dan Investasi, Luhut. B. Panjaitan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Usulan ini dibahas bersama dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan Lima DPSP pada 21 Juli 2023.

Hasil rekonstruksi yasti bagian atas 1990 (Sumber: Buku 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur)

Th. van Erp

Masalah chattra mulai mencuat pada 1907-1911 ketika Th. van Erp memimpin proses pemugaran Candi Borobudur. Ketika itu, van Erp menemukan kepingan-kepingan batu yang kemudian direkonstruksi menjadi sebuah chattra. Van Erp menduga chattra pernah terpasang megah di puncak stupa utama Borobudur.

Menurut Prof. Mundardjito dalam buku 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur (Trilogi 1, 2013, hal. 18), yasti yang direkonstruksi van Erp dibagi tiga, yakni bagian bawah, tengah, dan atas. Yasti bagian atas kini terpasang di stupa induk. Karena hanya ditemukan dua baris, yasti bagian tengah sekarang disimpan di Museum Karmawibhangga. Begitu pun yasti bagian atas yang telah direkonstruksi sebagian pada 1990.

Perlu diketahui, secara arsitektural stupa terdiri atas tiga bagian, yakni anda (bagian dasar yang berbentuk membulat), yasti (bagian tengah yang berbentuk seperti tiang), dan chattra.

Van Erp menyadari sepenuhnya bahwa yasti bagian tengah dan atas itu terlalu banyak menggunakan batu baru. Karena itu tidak tepat dipasang di stupa induk Candi Borobudur.

"Meskipun van Erp telah menggunakan analogi dengan bentuk yasti berpayung sebagaimana dipahatkan pada bidang relief Candi Borobudur, namun van Erp merasa tidak sesuai dengan temuan yang ada," begitu tulis Mundardjito.

Metode analogi singkatnya demikian, "Kalau sekarang bentuknya begini maka tentunya dulu juga demikian". Metode analogi dikembangkan oleh L. Binford pada 1960-an sebagai Arkeologi Baru. Tentu saja kala itu van Erp belum mengenal metode ini. Entah berapa banyak stupa ber-chattra yang bisa menjadi rujukan. Mungkin agak sulit karena bentuknya beragam, tergantung dari maksud dan tujuan didirikannya stupa, budaya lokal, keterampilan perajin, dan keyakinan masyarakat setempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline