Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Sumbangsih Perancis di Indonesia Patut Dicontoh Lembaga-lembaga Ilmiah

Diperbarui: 13 Desember 2022   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa publikasi hasil kerja sama EFEO dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Dokpri)

Pada masa Hindia-Belanda perkembangan masa lampau bangsa Indonesia mulai terkuak sedikit demi sedikit. Bukan hanya bangsa Belanda, bangsa Perancis pun tertarik dengan arkeologi dan kebudayaan Indonesia. Bahkan Perancis melihat Indonesia sebagai sumber yang patut didalami, diolah, disajikan, dan dikembangkan di dunia ilmu pengetahuan.

Tidak heran anggaran penelitian di Perancis sangat besar. Ini karena mereka penasaran siapakah nenek moyang mereka. Maka jangkauan penelitian mereka sangat luas, termasuk di Asia.

Perancis memiliki sebuah lembaga ilmiah bernama Ecole francaise d'Extreme-Orient (EFEO). Maaf penulisannya tidak memakai diakritik (tanda di atas huruf tertentu). EFEO melakukan penelitian dan kajian tentang sejarah dan kebudayaan di wilayah Asia Timur atau Asia Timur Jauh. Indonesia menjadi pusat perhatian karena menonjol dalam peranannya di Asia Tenggara pada masa kuno.

Dari ini moderator Lisda, narsum Titi, Wayan, dan Arlo (Dokpri)

Louis-Charles Damais

Pada 1937 Kementerian Pendidikan Perancis mengirim Louis-Charles Damais ke Batavia. Damais dikenal sebagai ahli epigrafi (pengetahuan membaca tulisan kuno). Damais-lah (1911-1966) peletak dasar dalam usaha pengkajian berbagai aspek arkeologi, sejarah, dan kebudayaan Indonesia.

Pada 1952 Damais mendirikan Pusat Penelitian EFEO di Jakarta. Namun setelah Damais wafat pada 1966, terjadi kekosongan kegiatan EFEO di Indonesia. Pengganti Damais adalah Denys Lombard.

Semula mitra kerja EFEO adalah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Namun karena dianggap cakupan bidang terlalu luas, LIPI mengalihkan tugas kepada Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (P4N). Pada 26 Mei 1976 ditandatangani persetujuan kerja sama antara EFEO dengan P4N diwakili oleh Jacques Dumarcay dan Satyawati Suleiman.

P4N kemudian berganti nama menjadi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas). Pada awal 2022 Puslit Arkenas dilebur ke dalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Semula kantor perwakilan EFEO berada di kantor Puslit Arkenas. Namun kemudian memiliki kantor baru di bilangan Jalan Ampera, Jakarta Selatan.

Lewat kerja sama itulah terlaksana berbagai penelitian, terjemahan, dan publikasi bersama meliputi bidang-bidang kepurbakalaan, epigrafi, naskah kuno, sastra, dan seni. Pakar EFEO yang pernah terlibat antara lain Dumarcay (ahli arsitektur candi), Henri Chambert-Loir (ahli sastra Indonesia dan naskah tradisional Melayu), Viviane Sukanda-Tessier (ahli sejarah dan naskah kuno), Pierre-Yves Manguin (ahli sejarah dan arkeologi maritim Nusantara), Marcel Bonneff (ahli sastra  dan sejarah peradaban Jawa), dan Daniel Perret (ahli sejarah kuno Melayu dan Sumatera).

Lokakarya Inventarisasi Prasasti

Senin, 12 Desember 2022 Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah bekerja sama dengan EFEO mengadakan Lokakarya Inventarisasi Prasasti (INDENK).  Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah berada di bawah Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline