Umumnya moda transportasi di Jakarta berupa kendaraan bermotor atau bermesin. Jarang sekali berupa kendaraan non bermotor. Dulu pernah ada delman (dengan tenaga kuda) dan becak (dengan tenaga manusia). Namun seiring perkembangan Jakarta, kedua jenis kendaraan itu dihapus karena dianggap menjadi salah satu biang kemacetan.
Karena sering mengalami macet, terutama saat jam kerja, maka kemudian lahir komunitas sepeda. Mereka menaiki sepeda untuk mencapai tempat kerja masing-masing. Komunitas itu dikenal dengan nama Bike to Work.
Buat sementara orang, sepeda menjadi pilihan utama, terutama yang berjarak dekat. Bersepeda ibarat berolahraga, hampir sama dengan berjalan kaki.
Di Belanda sepeda sudah menjadi alat transportasi utama. Banyak warga Belanda selalu menggunakan sepeda, meskipun ia berdasi. Di sana ada jalur khusus sepeda yang tentu saja menguntungkan para pesepeda. Apalagi tingkat kedisiplinan mereka sudah tinggi.
Jalur sepeda
Bertahun-orang orang membayangkan kapan Jakarta punya jalur sepeda. Dengan bersepeda, maka badan sehat. Selain itu sepeda tidak berpolusi sehingga ramah lingkungan. Bahkan membuat jalan tidak macet.
Baru beberapa tahun lalu jalur sepeda dibuat di Jalan Sudirman-Thamrin. Di kedua ruas jalan itu memang banyak terdapat perkantoran. Selanjutnya jalur sepeda dibuat di beberapa jalur, hampir di seluruh wilayah Jakarta.
Jalur sepeda memiliki lebar sekitar 1,5 meter dan terdapat pada bagian kiri jalan. Ciri khas lain berwarna hijau dan dilengkapi gambar sepeda. Saat ini terdapat lebih dari 20 jalur sepeda dengan panjang lebih dari 100 kilometer.
Penyediaan jalur sepeda bertujuan mewujudkan kota Jakarta yang lebih ramah lingkungan. Juga agar warga dapat lebih nyaman menggunakan sepeda dalam beraktivitas sehari-hari. Bayangkan kalau bersatu dengan jalur kendaraan bermotor.
Sejak pandemi Covid-19 memang penggunaan sepeda semakin meningkat. Warga menggunakan sepeda untuk olahraga, rekreasi, dan kegiatan sehari-hari. Penggunaan sepeda terbanyak biasanya terjadi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor.