Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Revitalisasi Tiga Halte Transjakarta Melanggar Kaidah Pelestarian Cagar Budaya

Diperbarui: 5 Oktober 2022   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan atau revitalisasi halte Transjakarta dengan latar Patung Selamat Datang (Sumber: Kompas/Heru Sri Kumoro melalui kompas.id) 

Dalam beberapa hari terakhir muncul polemik soal pembangunan atau revitalisasi halte Transjakarta Bundaran HI dan Tosari. Berita-berita tersebut muncul dalam berbagai media cetak, media daring, dan media elektronik. Kedua halte berada di kawasan yang dilindungi karena masuk kategori ODCB.

ODCB singkatan dari Obyek Diduga Cagar Budaya. Namun, obyek itu tetap diperlakukan sebagai Cagar Budaya. Dengan demikian keberadaannya dilindungi oleh Undang-undang Cagar Budaya yang dikeluarkan pada 2010.

Kawasan Bundaran HI yang ditetapkan sebagai ODCB adalah Patung Selamat Datang, air mancur, dan jalan di sekitarnya.  Yang dipermasalahkan banyak pihak adalah kedua halte akan menutupi pandangan Patung Selamat Datang. Jadi terletak pada masalah visual. Betapa pun masalah visual tetap menjadi 'polusi' bagi cagar budaya.

Setelah itu muncul pula kritikan terhadap halte Kebon Pala di Jatinegara, yang dipandang merusak visual Gereja Koinonia (Bethel). Di depan gereja juga ada patung pahlawan. Gereja itu sudah ditetapkan menjadi cagar budaya. Banyak pihak menganggap pembangunan halte melanggar kaidah pelestarian cagar budaya.

Kiri: Gereja Koinonia (Sumber: cagarbudaya.kemdikbud.go.id) dan kanan: Patung Pahlawan di dekat gereja (Sumber: datatempo.co)

Rekomendasi

Ternyata rencana pembangunan ketiga halte tidak berkoordinasi terlebih dulu dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Tim Sidang Pemugaran (TSP). TACB terdiri atas beberapa orang dengan kepakaran masing-masing-masing, seperti arkeologi, sejarah, dan arsitektur. TACB dinakhodai oleh arkeolog. Sementara TSP juga mirip TACB, dinakhodai oleh arsitek.

TACB dan TSP merupakan badan yang dibentuk oleh Gubernur DKI Jakarta. TACB dan TSP menjadi salah satu alat untuk memfilter hal-hal yang kira-kira sebaiknya jangan dilakukan atau bahkan didorong untuk dilakukan karena punya nilai positif.

TACB dan TSP bekerja secara profesional dan independen. Keberadaan TACB dan TSP di bawah Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Jadi mereka mendapat honorarium dari Pemprov DKI Jakarta. Sementara PT Transjakarta merupakan milik Pemprov DKI Jakarta. Karena sama-sama berinduk pada Pemprov DKI Jakarta, tentu saja sebaiknya harus ada koordinasi.

Direncanakan, TACB DKI Jakarta akan memanggil PT Transjakarta untuk membahas masalah polemik tersebut. Begitu pun DPRD DKI Jakarta, akan melakukan hal serupa. 

Dalam tulisan-tulisan di media itu ada beberapa narasumber diwawancarai, antara lain J.J. Rizal (sejarawan), Candrian Attahiyyat (arkeolog), dan Bambang Eryudhawan (arsitek). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline