Di Batavia, sekarang Jakarta, pernah ada kendaraan umum berupa trem. Trem yang paling awal tidak bertenaga mesin. Trem itu bertenaga kuda.
Saat ini kita mengenal ukuran kekuatan sebuah mesin berupa istilah HP (Inggris, Horse Power) atau PK (Belanda, Paard Kracht). Keduanya mengacu kepada Daya Kuda. Semakin besar HP atau PK, tentu semakin besar kekuatan mesin itu.
Adanya trem kuda berawal ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membangun kota Batavia, lengkap dengan banyak jalan besar. Sayang transportasi umum masal belum ada di kota baru Batavia itu.
Dulu, jika ingin bepergian, orang-orang Eropa menggunakan kereta kuda milik sendiri atau sewaan. Sebagian etnis lain, termasuk bumiputera, hanya berjalan kaki atau naik pedati. Selain itu, warga menggunakan kereta yang ditarik atau digotong manusia.
Warga Batavia mulai mengenal angkutan umum berbasis rel sejak 1867. Ketika itu, tepatnya pada 10 Agustus 1867, mulai diwacanakan transportasi umum berupa trem kuda. Namun trem kuda baru mulai beroperasi pada 20 April 1869.
Trem kuda menjadi sarana angkutan terpanjang atau yang memuat banyak penumpang setelah delman. Sebuah gerbong atau wagon berjalan di atas rel.
Dua ekor kuda bahkan lebih, menarik gerbong itu dengan cara menggigit alat tarik besi yang ditambatkan di tali kendali.
Kalau seekor kuda tentu akan kelelahan karena beratnya beban penumpang dan gerbong. Nah, dari sinilah muncul istilah 'kuda gigit besi', yang mengacu kepada zaman baheula.
Sebenarnya rencana awal pembuatan jalur trem di Batavia sudah digagas oleh Mr. J. Babut du Mares pada 1860.
Untuk merealisasikan hal tersebut pada 1867 firma Dummler & Co diberi kepercayaan untuk mengerjakan konstruksi jalur trem dengan lebar spur 1.188 milimeter.