Mumpung ke Museum Bahari, sekalian saja saya berkunjung ke Menara Syahbandar. Museum Bahari dan menara terletak hampir berseberangan. Dari pintu masuk Museum Bahari jaraknya sekitar 30 meter. Kalau dari jalan raya, kita melewati menara terlebih dulu lalu museum.
Pada zaman kolonial, menara ini disebut uitkijk. Tidak ada data pasti soal pembangunan menara ini. Ada sumber yang menyebut sekitar 1839. Menurut sumber lain sekitar 1852. Pada masa itu menara berfungsi untuk memantau kapal-kapal yang keluar masuk Kota Batavia lewat jalur laut.
Menara menempati bekas puing Bastion Culemborg yang dibangun sekitar 1645. Sebelum ada menara syahbandar, terdapat menara pemantau dengan bentuk tiang menara yang di atasnya terdapat pos bagi petugas.
Fungsi lain dari menara syahbandar adalah sebagai kantor pabean yang mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.
Miring
Menara syabhandar memiliki panjang 8 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 12 meter. Ada 3 lantai yang bisa dikunjungi. Untuk naik, tersedia tangga kayu. Pada masa lalu, menara syahbandar menjadi titik nol Batavia atau Jakarta. Selanjutnya titik nol berpindah ke Monas. Setiap lantai diisi dengan informasi tentang masa lalu menara dan Jakarta.
Pada bagian atas terdapat jendela. Jendela pada keempat sisi ini berukuran cukup besar. Lewat jendela ini pengunjung bisa melihat sekeliling Museum Bahari, jembatan, kendaraan, dan banyak lagi.
Mungkin menara ini 'belajar' dari menara Pisa di Italia. Kondisi menara sudah miring, paling-paling 4 derajat. Kondisi tanah di sini memang kurang baik. Bangunan Museum Bahari saja sudah amblas beberapa sentimeter. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pintu masuk di sana.
Penjara
Pada bagian bawah menara terdapat sebuah jangkar besar. Nah di dekat jangkar ada pintu besi berjeruji. Dulu ruang paling bawah itu digunakan sebagai penjara bagi ABK yang ketahuan mencuri atau berbuat onar di atas kapal. Maklum mereka sering mabuk-mabukan.