Sering kali kita memandang tentara pendudukan Jepang yang pernah menguasai Nusantara pada 1942-1945 selalu berwatak jahat. Mereka memerintahkan kerja paksa kepada penduduk Nusantara. Istilah romusha sangat populer di sini. Lalu ada lagi wanita yang melayani kebutuhan seksual tentara Jepang, dikenal sebagai jugun ianfu.
Selama tiga tahun lebih berkuasa di Nusantara, tentara pendudukan Jepang banyak merusak monumen yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda. Bahkan membawa sejumlah benda purbakala untuk dihadiahkan kepada Kaisar Jepang.
Namun cukup banyak tentara Jepang yang berpihak kepada Indonesia. Laksamana Muda Tadashi Maeda pernah meminjamkan rumahnya di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 sekarang, kepada para pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ketika itu Maeda menjadi Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat Jepang.
Rumah Maeda menjadi sangat penting karena pada 16-17 Agustus 1945 para pemuda pejuang berhasil merumuskan naskah proklamasi bangsa Indonesia. Pada 1992 rumah Maeda ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Taman makam pahlawan
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, banyak tentara Jepang membantu perjuangan bangsa Indonesia. Mereka bahu-membahu dengan rakyat Indonesia di berbagai provinsi. Tentara-tentara kekaisaran Jepang itu kemudian menikah dengan wanita Indonesia dan menjadi warganegara Indonesia.
Sebagian mendapatkan Bintang Gerilya sehingga dimakamkan di tempat terhormat Taman Makam Pahlawan. Namun yang selalu mendapat perhatian adalah tentara Jepang yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Makam tentara Jepang itu sering diziarahi keluarga dan diplomat Jepang di Indonesia. Bahkan pejabat Jepang seperti Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Jepang yang berkunjung ke Indonesia selalu melakukan upacara ziarah di Kalibata, antara lain dengan tabur bunga sebagai tanda penghormatan.
Tentara Jepang yang membelot ke Indonesia sangat membantu perjuangan ketika terjadi Agresi Militer Belanda. Karena itu dimakamkan sebagai pahlawan kemerdekaan RI.
Dua tentara Jepang itu ikut mengisi pameran 'Sakura di Khatulistiwa' yang berlangsung hingga 10 September 2022 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Mereka adalah Shichio Eto alias Jacob (20 April 1919 -- 30 Desember 2003) dan Hideo Fujiyama alias Husen (19 Maret 1922 -- 11 Juni 2007). Mereka bertempur melawan Sekutu dan Belanda di Pulau Sumatera.***