Dalam rangkaian acara Pameran "Aroma Kopi @ Balai Kirti", Museum Kepresidenan RI Balai Kirti juga melaksanakan kegiatan seminar dengan tema "Semerbak Kopi Nusantara".
Kegiatan berlangsung pada Rabu, 31 Agustus 2022, secara luring dan daring. Tampil empat narasumber, yakni Andreas Maryoto (Jurnalis Senior Kompas); Tuti Hasanah Mochtar (Board Of Trustee SCAI); Ervina Chandra (Purna Kabag Jamuan Istana Kepresidenan Jakarta); dan Adila Amalia Irvan (Finalis Puteri Indonesia 2022). Sebagai moderator Arie Januar dan Linda Siagian.
Sebelumnya, Kepala Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, Ibu Dewi Murwaningrum berkenan memberikan laporan. Tersirat bahwa selama masa pandemi, kunjungan ke Museum Kepresiden RI Balai Kirti sangat menurun. Paling banyak museum menerima kunjungan maksimal 50 orang. Baru dalam pameran 'Aroma Kopi @ Balai Kirti' dengan beberapa acara pendukung, museum dikunjungi lebih dari 100 orang.
Sambutan acara diberikan oleh Ibu Darmastuti Nugroho, Kepala Biro Pengelolaan Istana. Beliau menggambarkan bagaimana ada seorang warga Jerman keturunan Indonesia gencar memperkenalkan kopi Indonesia lewat kopi Bali. Warga Jerman itu menyayangkan mengapa kopi Indonesia lebih mahal ketimbang kopi Brasil, padahal varian kopi Indonesia sangat banyak dibandingkan kopi Brasil.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemdikbudristek Bapak Restu Gunawan, mengatakan acara ini amat nyambung dengan kegiatan yang sejak beberapa waktu lalu digencarkan Kemendikbudristek, yakni Jalur Rempah. Kopi, kata Pak Restu, merupakan komoditas cukup penting di Nusantara. Java Coffee pernah terkenal di AS sekitar 1906.
Pak Restu berharap ada anak-anak muda kreatif dan inovatif dengan kekinian untuk mempromosikan kopi. Soalnya di Nusantara ada berbagai varian kopi dengan rasa yang memiliki kekhasan masing-masing.
Disangrai
Andreas Maryoto semula tidak memberikan perhatian pada kopi. Menurut dia, di Jawa yang disebut kopi bisa berasal dari jagung atau beras yang disangrai. Setelah hitam, jagung atau beras digiling sehingga berbentuk bubuk.
Di Medan Pak Andreas juga sering diajak temannya 'ayo ngopi'. Ternyata yang ada di warung bukan hanya kopi tetapi jus dan aneka makanan. Rupanya istilah 'ngopi' mengacu kepada berbagai jenis minuman dan makanan.
Kopi, menurut Pak Andreas, bisa untuk kegiatan diplomasi. Ia menggambarkan bagaimana tradisi minum kopi muncul ketika Presiden Sukarno mengajak Presiden AS, Richard Nixon minum kopi di sebuah warung di daerah Puncak.