Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeologi Harus Didukung Publik dan Untuk Publik

Diperbarui: 31 Juli 2022   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan ekskavasi terhadap Situs Adan-adan di Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, 6-13 Juni 2021. Sumber: Dokumentasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri via Kompas

Dibandingkan disiplin lain, arkeologi termasuk paling sering diperbincangkan masyarakat. Beberapa hari belakangan ini, Candi Borobudur menjadi topik hangat. Sebelumnya tentang penemuan candi dan prasasti di Situs Gemekan, Mojokerto, yang berada di sawah milik warga. Penemuan struktur kuno ketika para pekerja sedang membuka lahan untuk pembangunan jalan tol di Malang, sempat menjadi sorotan media.

Arkeologi memang unik. Kita belum tahu di mana ada tinggalan masa lampau. Bisa di tanah milik warga, bisa di atas bukit, bahkan bisa di dalam air. Lokasi-lokasi lain pun berpotensi memiliki tinggalan arkeologi. Kita juga belum tahu lokasi tepat tinggalan arkeologi itu meskipun sudah ada teknologi modern. Maklum, tinggalan-tinggalan itu sudah berusia ratusan tahun, bahkan ribuan tahun. Berkali-kali bencana alam telah mengubur tinggalan-tinggalan itu.

Sekadar gambaran, Candi Sambisari muncul ke permukaan berkat penggarap tanah. Setelah digali tim arkeologi, diketahui struktur candi berada beberapa meter di bawah permukaan tanah. Rupanya candi itu berkali-kali tertimbun debu dari letusan gunung berapi. 

Sepanjang sejarahnya, memang arkeologi belum pernah menemukan artefak/benda berdasarkan hipotesis mereka. Banyak tinggalan justru terkuak karena laporan warga atau adanya penggalian/penyelaman liar. Dengan kata lain penemuan tidak disengaja jauh lebih banyak daripada penemuan disengaja.  

Gedung Organisasi Riset Arkeologi BRIN, perubahan nama dari Pusat (Penelitian) Arkeologi Nasional (Sumber: Watty Y.)

Ekskavasi

Benda-benda budaya dari dalam tanah/air begitu dilindungi. Maka Arkeologi diidentikkan dengan (kegiatan) pemerintah. Hanya arkeolog dari instansi pemerintah, tentu saja yang berhubungan dengan arkeologi atau kebudayaan, yang boleh melakukan ekskavasi atau penggalian.

Ekskavasi arkeologi menggunakan metode khusus sehingga tidak sembarang orang boleh dan bisa melakukan kegiatan itu. Ekskavasi harus berada di bawah pengawasan arkeolog berkompeten, sebagaimana diatur Undang-undang Cagar Budaya 2010.

Ironisnya, tinggalan-tinggalan arkeologi selalu menjadi perhatian kalangan luar arkeologi. Harga benda arkeologi yang tinggi sering menjadi incaran para kolektor benda antik. Akibatnya timbul perburuan benda antik, antara lain melalui penggalian dan penyelaman dari dalam air. Itulah penggalian liar dan penyelaman liar, marak selama bertahun-tahun di negara kita.

Gedung Pusat (Penelitian) Arkeologi Nasional (Sumber: Puslit Arkenas)

Pencurian koleksi museum, juga menjadi gambaran betapa berharganya benda antik. Bukan hanya di Indonesia, berbagai museum di mancanegara pun pernah  menjadi korban para maling. Di pihak lain, kolektor benda antik semakin bermunculan. Ditambah sejumlah rumah lelang dan pasar gelap tumbuh di mana-mana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline