Sejak lama masalah Islamisasi di Nusantara menjadi bahan perdebatan para pakar. Menurut sejumlah pakar berkebangsaan Belanda, Islamisasi dimulai pada abad ke-13 Masehi.
India dipandang merupakan tempat asal Islam di Indonesia. Salah seorang pakar yang berpendapat demikian adalah Snouck Hurgronye. Setelah mempelajari naskah-naskah dari Aceh, dia mengatakan bahwa terdapat banyak kesamaan dengan naskah-naskah dari India Selatan.
Begitu pula yang diungkapkan J.P. Moquette terhadap batu nisan kuno di Jawa, terutama yang berasal dari Leran (Gresik).
Dia menyebutkan, batu-batu nisan itu, baik bahan maupun hiasannya, memiliki kesamaan dengan nisan kuno di Gujarat. R.A. Kern lebih menegaskan bahwa Gujarat adalah tempat asal Islam yang berkembang di Indonesia.
Pada Seminar Nasional tentang Islamisasi di Indonesia yang diadakan di Medan pada 1963, tercetus pendapat bahwa Islamisasi di Indonesia terjadi pada abad pertama Hijriah dan langsung dibawa dari Arab.
Daerah pertama yang menerima Islam adalah pantai utara Sumatera, yaitu Aceh, yang dipandang sebagai kerajaan Islam yang pertama.
Dari kedua pendapat di atas, menurut Irmawati M. Johan dalam tulisannya di Monumen, Karya Persembahan untuk Prof. Dr. R. Soekmono (hal. 303), tampaknya pendapat pakar-pakar Belanda itu lebih dapat diterima.
Ada bukti arkeologi dan data naskah yang menunjukkan kecenderungan demikian. Oleh karena itu, sampai sekarang banyak pihak masih mengakui pendapat pertama tadi.
Namun ditekankan, arsitektur masjid di Indonesia sama sekali tidak memperlihatkan adanya pengaruh arsitektur masjid dari Gujarat.