Awal 2022 masalah minyak goreng muncul lagi di negara kita. Masyarakat berbondong-bondong menyerbu pasar atau swalayan yang menjual minyak goreng. Dampaknya, ada pemalsuan minyak goreng. Bahkan beberapa orang diberitakan meninggal ketika sedang mengantre minyak goreng.
Masalah kelangkaan minyak goreng atau harga yang meroket selalu muncul hampir setiap tahun. Belum lagi barang dagangan lain seperti telur, garam, cabai, dan kedelai.
Saya tidak berbicara soal mafia minyak goreng, penimbun minyak goreng, atau kartel minyak goreng. Saya coba menelusuri kapan sih minyak goreng dikenal di Nusantara atau Indonesia.
Dari sebuah sumber saya baca, minyak goreng sudah dikenal di Mesir kuno sekitar 2.500 Sebelum Masehi. Sumber lain menyebutkan 1.200 Sebelum Masehi. Abaikan saja itu karena tujuan utama adalah mengetahui keberadaan minyak goreng di Nusantara.
Prasasti Rukam
Saya coba menelusuri referensi dari prasasti kuno. Beberapa tulisan tentang prasasti abad ke-9 dan ke-10 ada beberapa buah. Di dalam prasasti itu, ada penyebutan makanan. Makanan itu disajikan pada upacara penetapan sima yang dilakukan oleh seorang pejabat.
Ternyata ada bagian yang belum terbaca, mungkin aksaranya sudah aus atau hilang. Maklum batu bertulis itu sudah berusia ratusan tahun sehingga tidak tahan terhadap cuaca.
Ada kata yang sudah terbaca, namun para epigraf (pakar membaca tulisan kuno) belum mengetahui arti dari istilah tersebut. Maklum Bahasa Jawa Kuno, bahasa dalam prasasti itu, sudah menjadi bahasa mati.
Dari kata-kata yang terbaca dan teridentifikasi, rata-rata makanan yang disajikan itu dimasak dengan cara dibakar, dipanggang, dikeringkan, dan diasinkan.
Beberapa di antaranya dimakan begitu saja karena berupa lalapan. Belum ada sebutan makanan yang digoreng atau gorengan. Atau bisa saja sudah ada, namun kita belum tahu padanan kata-kata Jawa Kuno tadi.