Saatnya kita meraih gelar ganda putri All England 2022. Kalau tidak Greysia/Apriani siapa lagi. Pasangan Greysia Polii/Apriani Rahayu adalah juara Olimpiade Tokyo 2020 yang pelaksanaannya diundur menjadi 2021. Itulah satu-satunya medali emas yang diraih kontingen Indonesia. Di final Greysia/Apriani mengalahkan pasangan Tiongkok Jia Yifan/Chen Qingchen. Padahal, Jia/Chen menempati unggulan, sementara Greysia/Apriani tidak. Sebelumnya Greysia/Apriani mengalahkan pasangan Jepang yang juga dinilai kuat.
Kalau tidak sekarang kapan lagi. Ya Greysia/Apriani harus membuktikan bahwa kemenangan di Olimpiade bukan secara kebetulan. Mengingat umur Greysia yang sudah kepala 3, mungkin tahun ini menjadi turnamen terakhir yang diikuti Greysia. Tahun lalu saja ia sudah menyatakan undur diri dari bulutangkis.
Seperti halnya dalam Olimpiade, dalam All England kali ini pasangan Jia/Chen menempati unggulan utama. Sebaliknya pasangan Greysia/Apriani hanya menduduki unggulan ke-6. Namun bukan berarti unggulan rendah tidak bisa mengalahkan unggulan tinggi. Ajang Olimpiade sudah membuktikan.
Minim gelar
Sektor ganda putri Indonesia memang minim gelar di All England. Tercatat baru 2 pasangan yang merasakan gelar bergengsi itu, yakni Minarni Sudarjanto/Retno Kustijah (1968) dan Verawati Wihardjo/Imelda Wiguna (1979).
Dari sektor ganda putri, yang dominan adalah pasangan Tiongkok. Sepanjang keikutsertaan pada All England sejak 1982, mereka telah meraih 24 gelar ganda putri. Disusul Korea Selatan dengan 11 gelar, Jepang dengan 4 gelar, dan Denmark dengan 1 gelar. Kalau dihitung sejak ikutnya Tiongkok di All England, Indonesia nihil gelar.
Bahkan pasangan Tiongkok ada yang mampu meraih lebih dari 1 gelar di All England. Yang istimewa pasangan Gao Ling/Huang Sui dengan 6 gelar secara beruntun.
Sepanjang keikutsertaan Tiongkok pada All England, memang tambang emas mereka di sektor tunggal putri dan ganda putri. Jangan heran kalau mereka mendominasi pula kejuaraan dunia, Piala Uber, dan Olimpiade. Untuk ajang yang lebih kecil, Asian Games dan kejuaraan perorangan di berbagai negara.
Memang Tiongkok tidak mendominasi 100%. Pernah ada Camilla Martin (Denmark), Carolina Marin (Spanyol), Tai Tzu Ying (Taiwan), Ratchanok Intanon (Thailand), Akane Yamaguchi (Jepang), dan Pusarla Sindhu (India) yang menghambat mereka. Namun tetap saja kedigjayaan mereka sungguh luar biasa.
Dalam All England kali ini, kita tentu tidak berharap banyak kepada sektor tunggal putri. Namun bukan berarti tunggal putri kita tidak bisa membuat kejutan. Banyak contoh pemain kualifikasi mampu menembus final bahkan juara.