Bidang kerja dunia purbakala atau arkeologi sesungguhnya sangat luas. Di Indonesia, lulusan arkeologi umumnya bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai institusi.
Di bidang pendidikan, mereka mengajar di berbagai perguruan tinggi dan sekolah. UI, UGM, UNUD, Unhas, Unja, dan Unhalu merupakan 6 PTN yang menyelenggarakan Jurusan Arkeologi. Di luar itu, disiplin arkeologi juga diajarkan pada sejumlah PTN eks IKIP.
Di bidang pelestarian, lulusan arkeologi bekerja di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Di pusat ada beberapa direktorat, seperti Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, serta Direktorat Pembinaan Lembaga dan Tenaga Kebudayaan. Di daerah ada Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Di bidang penelitian, lulusan arkeologi bekerja di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (pusat) dan Balai Arkeologi (daerah). Namun sejak awal 2022, institusi-institusi itu beralih dari Kemendikbudristek ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sebagai pendukung, banyak lulusan arkeologi bekerja di Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan dinas terkait.
Banyak pula lulusan arkeologi bekerja di luar ASN. Ada yang jadi jurnalis, penulis, dosen/guru swasta, wiraswasta, dan karyawan swasta. Belum lagi arkeolog swasta yang bermitra dengan institusi pemerintah sebagai EO (Event Organizer).
Sangat luas
Tampak sekali bidang kerja arkeologi sangat luas. Berbagai kegiatan arkeologi mampu mengungkapkan berbagai temuan sehingga bisa untuk menambah narasi sejarah kuno Nusantara.
Namun kelemahannya, para arkeolog ASN itu belum mampu menghasilkan publikasi yang mudah diakses masyarakat. Publikasi populer yang dimaksud di sini.
Rangkaian kerja arkeolog sendiri cukup bervariasi. Dimulai dari survei dan ekskavasi, disusul pemugaran atau analisis, dan terakhir publikasi. Publikasi dalam bentuk tercetak berupa jurnal ilmiah. Namun publikasi ilmiah sulit dimengerti masyarakat awam karena bahasanya panjang dan penuh istilah teknis.