"10....tidak melihat ke samping, berkelahi berhadapan, memukul dari sisi kiri dan kanan, kemudian menghancurkan, belah kepalanya, robekkan dan potong ususnya, keluarkan
11. dalamnya, tusuk hatinya makan dagingnya, minum darahnya, kemudian akhirnya melengkapi kematian, jika masuk ke hutan jadi makanannya harimau, dipatuk ular, dipilin oleh dewa
12. manyu?, jika pergi ke ladang akan disambar petir, dihancurkan raksasa, makanannya raksasa,...................Hyang Kucira Garggametri Kurusya pelindung, sebelah (utara?)
13. sebelah selatan barat timur, buanglah dalam/ke......dihancurkan oleh Hyang semua, jatuhkan dalam mahasamudera, tenggelamkan dalam bendungan, disambar Sang Hyang ......."
Demikian terjemahan Prasasti Kampak yang bisa dilihat di wikipedia. Prasasti Kampak ditemukan di Jawa Timur. Beraksara dan berbahasa Jawa Kuno. Prasasti ini berasal dari masa pemerintahan Mpu Sindok abad ke-9---10.
Beberapa aksara telah rusak atau aus. Mungkin karena ketidaksengajaan. Atau mungkin akibat pengaruh cuaca selama bertahun-tahun. Maklum prasasti batu tersebut ditempatkan di alam terbuka. Pada setiap pembacaan prasasti, bagian yang aus atau rusak diberi tanda . (titik), sementara bacaan yang meragukan diberi ? (tanda tanya).
Melihat sebagian isinya, boleh dikatakan mirip dengan temuan prasasti kuno dari Situs Gemekan, Mojokerto, beberapa hari lalu. Lihat tulisannya [di sini].
Prasasti Gemekan (nama sementara) tersebut belum dibaca secara lengkap. Namun sebagian isinya berupa kutukan. Mirip dengan Prasasti Kampak di atas.
Sima
Prasasti yang berisi kutukan atau sumpah, sering kali didapati pada prasasti tentang peresmian sima. Sima adalah tanah yang dilindungi oleh kerajaan karena masyarakat desa tersebut dianggap berjasa kepada raja atau kerajaan.
Bagian isi prasasti yang berisi kutukan disebut sapatha. Sapatha dituliskan pada bagian akhir. Bagian awal biasanya berisi tarikh, yakni kapan prasasti tersebut dikeluarkan. Lalu disebutkan pejabat yang hadir pada upacara peresmian sima.
Pada masa ratusan tahun lalu, memang banyak orang takut kualat. Mereka benar-benar menaati isi prasasti. Tujuan kutukan tentu saja untuk melindungi desa tersebut dari perbuatan jahat para warga. Misalnya berkelahi, mencuri, membunuh, dan perbuatan kriminal lain. Para arkeolog, menemukan banyak prasasti sima yang sebagian berisi kutukan. Dari masa Mpu Sindok, ada beberapa yang berisi demikian.
Agar diketahui warga, prasasti tersebut ditempatkan di lokasi strategis. Tentu agar mudah dibaca. Ketika itu peran dewa amat penting sehingga warga takut sekali kalau dikutuk dewa.