Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Memperbanyak Bus TransJakarta untuk Mengurangi Kemacetan Jakarta

Diperbarui: 28 Januari 2022   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transjakarta merupakan salah satu transportasi publik yang cukup banyak digunakan oleh warga Jakarta (KOMPAS.com/HILEL HODAWYA)

Sejak lama masalah utama di Jakarta adalah macet. Gubernur berganti gubernur tetap saja kemacetan sulit ditanggulangi. 

Memang dimaklumi Jakarta merupakan kota besar. Aktivitas masyarakat berlangsung sepanjang hari. Jangan heran Jakarta menjadi magnet buat masyarakat di luar Jakarta. Ada yang mencari pekerjaan, ada yang membuka tempat usaha, ada yang bersekolah atau berkuliah, pokoknya segala aktivitas di Jakarta.

Dulu penduduk Batavia, nama lama Jakarta, relatif sedikit. Namun perlahan-lahan mulai berdatangan warga dari daerah lain. Jadilah kemudian Jakarta kota yang padat. 

Banyak orang  mengadu nasib di sini. Mereka yang 'kalah bertarung' terpaksa mendirikan gubuk-gubuk liar di tepian sungai.

Beban Jakarta begitu berat karena menyandang berbagai sebutan: kota pemerintahan, kota pelabuhan, kota dagang, kota pendidikan, dan masih banyak lagi.  

Oplet, pernah beroperasi di Jakarta sebelum mikrolet (Sumber: thejakartapostimage)

Macet

Jakarta yang tadinya lengang, lambat-laun menjadi padat. Dulu jalan masih tanah. Belum banyak orang yang memiliki mobil. Boleh dibilang jalan sempit pun tidak masalah.

Setelah banyak orang mampu membeli mobil, jalan mulai padat dan terasa sempit. Mulai dilakukan pelebaran jalan. 

Seingat saya, rumah keluarga pernah terpotong 1,5 meter. Untung halaman depan masih luas. Sejak itu jalan tanah berubah jadi aspal. Di depan rumah pun dibuat trotoar.

Becak masih banyak beroperasi. Umumnya penarik becak berasal dari luar Jakarta. "Susah mencari makan di kampung," begitulah alasan mereka ke Jakarta. Karena dianggap biang kemacetan, kemudian becak dilarang. Juga dipandang tidak manusiawi karena penarik becak sering membawa beban berat dengan kayuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline