Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Rumah Kayu atau Bambu Tidak Mudah Roboh Kena Gempa

Diperbarui: 16 Januari 2022   05:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Bangunan/lumbung padi Suku Baduy masih berdiri kokoh seusai gempa (Sumber: detik.com)

Pada Jumat, 14 Januari 2022 sekitar pukul 16.05 terjadi gempa yang cukup kuat dengan 6,7 Skala Richter. Gempa itu berpusat di Banten. Kerusakan terparah dialami oleh Kabupaten Pandeglang. Lebih dari 700 rumah dan bangunan rusak, dari ringan hingga berat. Gempa itu dirasakan juga di Jabodetabek, terutama oleh para pegawai yang berkantor di gedung-gedung tinggi.

Berbicara gempa, ada baiknya kita berbicara konstruksi rumah atau bangunan. Kalau kita lihat gambar pada media daring atau televisi, rata-rata yang rusak berupa rumah/bangunan yang menggunakan konstruksi batu. Sifat batu memang kuat dan tahan lama, namun kurang kuat menghadapi getaran atau guncangan. Bahan itu mudah patah atau retak.

Lain halnya dengan rumah kayu atau bambu dengan atap dari ijuk atau dedaunan. Kayu dan bambu memiliki kelenturan atau elastis. Jadi lebih tahan gempa dibandingkan bahan batu. Namun daya tahan kayu atau bambu lebih rendah daripada batu. Kayu atau bambu bisa rapuh sedikit demi sedikit karena rayap, cuaca, atau sebab lain.

Rumah batu yang rusak akibat gempa 14 Januari 2022 (Sumber: cnnindonesia.com)

Belajar dari Jepang

Jepang menjadi salah satu negara termaju dalam hal penanggulangan bencana. Gempa dan tsunami sering melanda Jepang. Biarpun termasuk negara maju dan modern, rumah konstruksi kayu masih banyak terdapat di Jepang. Rumah itu dilengkapi jendela dari kertas.

Nah, kita bisa meniru Jepang. Negeri kita banyak memiliki suku bangsa yang berdampak pada beragamnya rumah tradisional. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu, dan bagian tumbuhan lain.

Contoh yang jelas, ketika terjadi gempa di Sumatera Barat beberapa tahun lalu, banyak bangunan modern runtuh bahkan hampir rata dengan tanah. Namun beberapa rumah tradisional yang disebut Rumah Gadang, masih berdiri kokoh.

Rumah adat ini memiliki bentuk arsitektur unik dengan puncak atap runcing yang menyerupai tanduk kerbau. Dulu dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun. Namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng. Belahan bambu digunakan untuk beberapa dekorasi.

Menurut Wikipedia, rumah tradisional itu dibina dari tiang-tiang panjang. Bangunan rumah dibuat besar ke atas, tetapi tidak mudah rebah oleh goncangan.  Maklum, wilayah Minangkabau rawan gempa sejak dulu karena berada di pegunungan Bukit Barisan. Maka arsitektur Rumah Gadang juga memperhitungkan desain yang tahan gempa.

Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat dari kayu. Ketika gempa, Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel seperti menari di atas batu datar tempat tonggak atau tiang berdiri. "Begitu pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak kayu juga bergerak secara fleksibel, sehingga Rumah Gadang yang dibangun secara benar akan tahan terhadap gempa," begitu tulis Wikipedia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline