Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Niat Membuat Perpustakaan Pribadi Dilengkapi Museum Mini

Diperbarui: 2 Februari 2021   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lemari buku dan rak buku berisi buku-buku arkeologi saya titip di kamar anak saya (Dokpri)

Sampai hari ini belum kesampaian juga niat untuk membuat perpustakaan pribadi. Selain buku, saya memiliki koleksi kliping sekitar 50 ordner, majalah lama 2 kontener, serta foto, klise, dan slide 5 kontener.

Semua koleksi itu tersebar di lima tempat. Ada yang di ruang tidur saya, sebagian di ruang tidur anak saya, dan gudang. Sebagian lagi saya letakkan di tempat kosong. Maklum pada musim hujan, ruangan suka bocor. Nah ini, saya punya metode pindah sana pindah sini.

Buku-buku arkeologi dan museum ada di kamar tidur saya (Dokpri)

Buku

Koleksi terbanyak tentu saja buku. Saya memiliki berbagai macam genre buku, seperti arkeologi, sejarah, museum, budaya, palmistri, astrologi, grafologi, numerologi, fisiognomi, astronomi, arsitektur, dan iptek. Pokoknya kalau saya anggap menarik, saya beli. Buku terbanyak saya beli pada pameran buku.

Saya mulai membeli buku pada 1980-an. Sewaktu kuliah di Jurusan Arkeologi, saya suka menulis artikel di koran atau majalah. Nah, sebagian honorarium saya belikan buku. Sekarang sejumlah buku sudah menjadi barang langka.

Dulu saya beli Rp6.000. Baru-baru ini saya lihat di Facebook ada yang menawarkan Rp300.000 dan laku terjual. Wah berapa harga buku-buku lama saya sekarang? Apalagi beberapa penerbit sudah tidak ada lagi, seperti Djambatan, Bhratara, Gunung Agung, Idayu, dan Prajnaparamita.

Buku-buku lama saya taruh di ruangan kosong (Dokpri)

Warisan

Berbagai buku warisan kakek, ayah, dan tante saya juga ada pada saya. Buku-buku dari Boekhandel Tan Khoen Swie, misalnya, terbitan 1930-an. Ada lagi dari penerbit daerah, seperti Semarang dan Tasikmalaya.

Ayah dan tante saya pernah menjadi guru. Jadi mereka banyak buku. Umumnya buku mereka tentang iptek, seperti kimia, aljabar, trigonometri, sejarah, dan ilmu bumi. Sebagian berbahasa Inggris, sebagian berbahasa Belanda. Saya hitung buku-buku lama saya ada delapan rak. Sayang rak-rak tersebut terbuat dari serbuk gergaji. Jadi rawan rayap. Kalau ada rezeki, akan saya ganti dengan rak metal.

Saya memiliki juga banyak buku gratis. Tentu saja yang bertopik sepurmudaya (sejarah, purbakala, museum, budaya). Buku-buku itu saya peroleh dari berbagai instansi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sungguh beruntung, saya kenal dengan mereka.

Buku-buku masih dalam kontener (Dokpri)

Sebagian lagi saya minta dari teman-teman di Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Balai Arkeologi yang ada di Indonesia. Ini karena pertemanan, saya kenal baik dengan mereka. Jadi mereka mengirimkan buku dengan pos atau paket. Maklum instansi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan dana APBN, jadi buku-bukunya tidak diperdagangkan. Umumnya buku-buku tersebut bisa diperoleh gratis apabila kita datang ke instansi masing-masing. Buku-buku gratisan saya ada sih sebanyak 4 rak metal dan 1 lemari jati.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline