Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Menurut Werner Kraus, Raden Saleh Tidak Menghancurkan Candi Simping

Diperbarui: 29 Januari 2021   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Candi Simping (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Tulisan saya di Kompasiana 23 Januari 2021 yang menyebut Candi Simping dan Raden Saleh mendapat perhatian dari Pak Werner Kraus. Lihat tulisan itu [di sini].

Pak Werner kelahiran Jerman, bergelar doktor, dan penulis biografi Raden Saleh. Saya pernah bertemu beliau pada beberapa acara, antara lain di Galeri Nasional Indonesia, Museum Basoeki Abdullah, dan Museum Sejarah Jakarta. Jumat sore, saya mendapat tanggapan sekaligus informasi tentang Raden Saleh dari Pak Werner melalui Pak Peter Carey. Kebetulan Rabu malam lalu saya dan Pak Peter sama-sama ikut webinar.

"Siapakah Hoeperman yang berani menuduh pelopor seni lukis Indonesia modern (Pelopor Seni Rupa Indonesia) melakukan vandalisme semacam itu?" tulis Pak Werner di awal. Menurut Pak Werner, Hoepermans bukanlah seorang arkeolog, tetapi seorang NCO Belanda berpangkat lebih rendah. Ia seorang sersan (Groot 2009: 469). Atau seorang 'Kopral-medis yang tertib (ziekenvader)', demikian menurut arkeolog Belanda, Willem Frederik Stutterheim (1892- 1942) sebagaimana tulisan beliau (Stutterheim 1925: 74).

Pak Werner Kraus dan lukisan Raden Saleh (Foto: femina.co.id)

Buku harian Hoepermans

Sersan Hoepermans menjabat sebagai salah satu dari empat asisten berpangkat lebih rendah untuk ahli bahasa Sanskerta dan bahasa Semit, Rudolf Hermann Theodor Friederich (1817-1875). Friederich kelahiran Jerman ke Hindia pada 1844 sebagai seorang prajurit. Beliau belajar bahasa Oriental di Berlin dan Bonn (Jerman).

Dia bertemu dengan Hoepermans di Batavia. Persahabatan mereka terus berlanjut setelah Friederich bergabung dengan Batavia Society of Arts and Sciences (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen) dan menjadi Asisten Pustakawan. Pada 1863-68, atas permintaan Society, ia melakukan proyek penelitian lapangan selama lima tahun untuk menemukan tinggalan Hindu-Buddha di seluruh Jawa dan Bali. Hasilnya berupa 220 patung batu dan 800 perunggu untuk koleksi museum. Koleksi-koleksi itu dipajang di Museum Masyarakat Batavia setelah Hoepermans menyeleksi dan mengatalogkannya (1 April-21 Mei 1868).

Selama perjalanannya, Hoepermans menyimpan buku harian, yang kemudian diberi judul "Oudheidkundige aantekeningen van [N.W.] Hoepermans [Catatan Purbakala dari (N.W.) Hoepermans]" yang sekarang ada di Perpustakaan Universitas Leiden (UBL) di bawah tanda rak DH-425. Ini dianggap tidak layak untuk diterbitkan pada masa hidupnya oleh Perhimpunan dan hanya akan diterbitkan secara anumerta pada 1913 sebagai Hindoe-oudheden van Java [Hindu Antiquities in Java] (Batavia: Albrecht, 1913) setelah berdirinya Dinas Arkeologi Kolonial Belanda di tahun yang sama.

Pada 1925 Stutterheim membaca ulang buku harian Hoepermans dan menerbitkan artikel tentang prajurit ini yang menjadi arkeolog amatir, "Een fuselier uit de vorige eeuw als oudheidskundige [Seorang penembak jitu sebagai peninggalan kuno abad lalu]", dalam jurnal bergengsi Java Institute di Yogyakarta, Djw (Stutterheim 1925: 73-79).

Kondisi mengenaskan (Candi Simping/Sumber Jati) akibat penggalian misterius yang dilakukan atas perintah Rhaden (Raden) Saleh pada April 1866. Siapa yang memberi hak kepada Rhaden (Raden) Saleh Jawa untuk membawa barang antik ke dalam kondisi seperti itu? Ini bukan candi pertama yang dilanggar dengan cara ini oleh pria itu," (Stutterheim 1925: 77).

Stutterheim menyatakan Hoepermans tidak seharusnya menyerang Raden Saleh. Hoepermans dipandang rasis karena sepatu militernya. Dalam pandangan Stutterheim, dia seorang kolonial yang tidak memiliki rasa hormat terhadap orang Jawa.

Dalam laporannya, ia bahkan mempertanyakan mengapa seorang Jawa berani melakukan penelitian arkeologi seperti itu. Menurut Hoepermans, hanya anggota administrasi kolonial Eropa yang memiliki "hak" untuk menggali di Jawa. Pastinya bukan orang Jawa. Jika seorang inlander melakukan itu maka seluruh tatanan kolonial akan ditumbangkan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline