Sungguh kaget sekali ketika Selasa malam saya lihat postingan akun Axa Electone di Facebook. Inilah postingan aslinya. Rupanya beliau pegawai di museum tersebut.
BERITA DUKA..hari ini kantor kami MUSEUM NEGERI SULTRA.. kecurian.. ratusan koleksi BERHARGA kami raib di sikat maling tak berahlak..mohon infonya kalau ada yg menemukan transaksi barang2 peninggalan sejarah seperti guci antik, piring antik dll
Beliau juga menyertakan beberapa foto, yakni rak yang masih berisi koleksi, rak yang sudah kosong, dan gembok yang sudah dirusak. Pencurian berlangsung Senin malam.
Kalau melihat foto, pencurian terjadi di storage atau gudang penyimpanan koleksi. Di storage memang tersimpan banyak koleksi, yang biasanya belum diteliti oleh kurator. Atau menunggu giliran untuk dipamerkan karena museum melakukan rolling koleksi secara periodik.
Tanpa CCTV
Reaksi segera bermunculan dari pengguna Facebook. Apalagi akun tersebut telah dibagikan ke mana-mana. Sudah lebih dari 100 kali dibagikan, disertai berbagai komentar.
"Sangat disayangkan. Saya lihat juga barang-barang antik itu dipajang di rak yang sudah tidak representatif/memprihatinkan. Hanya dialasi koran dan berdebu tak terawat. Mestinya diatur dalam lemari yang terkunci dan hanya bisa diamati dan tidak boleh disentuh langsung," kata sebuah komentar.
Ada lagi komentar lain. "Museum Sultra mirip gedung sekolah SD, tanpa sekuriti, tanpa CCTV, minus pengamanan. Akhirnya jadi langganan maling. Aneh juga tempat bersejarah begitu tidak diawasi dengan baik-baik," katanya.
"Saya curiga ini ada kaitannya dengan penjarahan benda-benda purbakala di gua-gua di Kolaka Utara," kata yang lain.
Otonomi daerah
Museum Negeri Sulawesi Tenggara, begitulah lengkapnya. Kalau melihat definisi yang pernah dibuat Direktorat Permuseuman, Museum Negeri Sulawesi Tenggara termasuk kategori museum umum. Dalam hal ini ada koleksi dari sejumlah kategori seperti Numismatika, Geologika, Biologika, Keramologika, Arkeologika, Historika, dan Prasejarah.
Sebenarnya museum negeri yang disebut juga museum provinsi menjadi kebanggaan sebuah provinsi. Dulu keberadaan museum provinsi digagas oleh Pak Amir Sutaarga yang pernah menjadi Direktur Museum Nasional dan Direktur Permuseuman. Selama bertahun-tahun keberadaan museum provinsi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun sejak adanya otonomi daerah, museum provinsi menjadi tanggung jawab kepala daerah.