Pagi hingga siang hari, 15 Januari 1974, saya masih bersekolah. Ketika itu saya duduk di tingkat SMP. Seperti biasa, pulang sekolah saya hampir selalu berjalan kaki. Di perjalanan saya lihat banyak mobil diberhentikan oleh sekelompok orang, kemudian mobil-mobil itu dicorat-coret. Saya belum berpikir jauh peristiwa apa itu. Cuma aneh saja.
Meskipun banyak mobil berlalu lalang, namun kok tidak semua mobil dicorat-coret, begitu pikir saya. Sampai di rumah saya bercerita kepada orang tua saya.
Sore hari saya melakukan kebiasaan saya, yakni mendengarkan siaran radio gelombang pendek. Waktu itu BBC mengudara pukul 17.30 WIB. Betapa terkejutnya saya karena ada berita pembakaran Proyek Senen. Rupanya apa yang saya lihat itu saling berhubungan.
Kerusuhan
Dulu susah mencari info, kecuali dari koran, radio, dan televisi. Stasiun televisi yang ada baru satu-satunya, TVRI. Sementara untuk radio, hanya RRI yang menyampaikan berita. Selain itu ada beberapa stasiun radio luar negeri berbahasa Indonesia seperti Radio Australia ABC, Radio Inggris BBC, Radio Suara Amerika VOA, dan Radio Suara Jerman Deutsche Welle.
Besoknya baru saya ketahui jelas bahwa kemarin terjadi demonstrasi dan kerusuhan. Pemerintah menyebut peristiwa itu dengan nama Peristiwa Malari atau Malapetaka Lima Belas Januari. Intinya mahasiswa berdemonstrasi untuk menolak modal asing masuk ke Indonesia. Ketika itu produk-produk Jepang, seperti kendaraan bermotor dan elektronik, memang menguasai pasar Indonesia.
Pada 14-17 Januari 1974 Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Jakarta. Semula mahasiswa akan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Namun karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil masuk pangkalan udara. Maklum saat itu Halim Perdanakusuma masih menjadi lapangan terbang militer.
Dari berita-berita media massa, saya baru tahu bahwa kendaraan yang dicorat-coret itu adalah kendaraan buatan Jepang. Mahasiswa sempat berdemonstrasi juga ke Kedutaan Besar Jepang.
Sebelum kedatangan Tanaka sebenarnya sudah terjadi aktivitas antimodal asing. Ketua IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk, juga sempat didemonstrasi. IGGI terdiri atas beberapa negara maju. Lewat IGGI-lah Indonesia memperoleh pinjaman dana.
Tidak murni
Sayang demonstrasi yang sekarang disebut unjuk rasa itu, tidak murni gerakan mahasiswa. Banyak pihak menyusup atau memanfaatkan kesempatan sehingga terjadi pembakaran dan penjarahan. Korban terbesar adalah Proyek Senen. Ketika itu Proyek Senen menjadi pusat perdagangan terbesar di Jakarta. Sasaran para penjarah adalah toko emas.