Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Nama "Lambri" dan "Lan-wu-li" yang Disebut Pengelana Dunia Masa Lampau ternyata Lamuri di Sumatera

Diperbarui: 3 November 2020   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Temuan dari situs Lamuri pada 1990-an (Foto: makalah Pak Sonny)

Dalam rangka menjadikan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia, Senin, 2 November 2020 kembali berlangsung webinar tentang topik itu. Kali ini penyelenggaranya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh. Temanya "Jejak Jalur Rempah Aceh dan Sumatera Utara: Merawat Ingatan, Melestarikan Kebudayaan". 

Ada tiga pembicara dalam webinar itu, yakni Pak Restu Gunawan (Direktur Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemdikbud), Pak Ketut Wiradnyana (Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara), dan Pak Sonny C. Wibisono (Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional). 

Sebagai moderator Ibu Wiwin Djuwita (Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia). Kegiatan dibuka oleh Kepala BPCB Aceh Pak Nurmatyas.

Pak Restu mengawali uraiannya dengan hubungan Laut Tengah dengan Dunia Timur. Akibat hubungan itu perdagangan bahan-bahan mewah melejit. Soalnya rempah-rempah, kayu wangi, kamper, dan kemenyan termasuk hasil bumi khas dari wilayah di seberang Sungai Gangga. 

Banyak daerah juga disebutkan dalam kitab kuno Ramayana. Ketika itu tujuan utama orang India menyeberang adalah mencari emas, terutama ke Suvarnabhumi dan Suvarnadwipa.

Mendengar nama Suvarnabhumi, pasti kita teringat akan bandar udara di Thailand yang memakai nama itu. Sebaliknya ada yang berpendapat Suvarnabhumi dan Suvarnadwipa adalah Pulau Emas, yang identik dengan Sumatera.

Sumber India juga menyebut Javadipa yang kemungkinan Pulau Jawa. Para pelaut berlayar menggunakan kapal besar. Mereka membawa kayu gaharu dan kayu cendana dari Nusantara ke India. 

Selain itu cengkeh dan lada---lada panjang dan lada hitam---semuanya  digunakan sebagai obat.  Soal cengkeh juga disebut penjelajah Tiongkok.

Menurut Pak Restu, komoditi lain yang disebutkan adalah kapur barus. Kapur barus tidak ada di India tapi di Nusantara.

Temuan pecahan keramik (Foto: makalah Pak Sonny)

Bukti arkeologi

Pak Ketut menguraikan soal agrikultur awal seperti jewawut di Tiongkok (5.000-3.300 SM/Sebelum Masehi), temuan sekam padi di Thailand sekitar 3.500 SM, dan cangkang kemiri di Timor Timur. Lalu temuan purba polong-polongan dan kacang-kacangan di situs Bukit Kerang, Sumatera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline