Nama "Janda Bolong" tengah mencuat. Banyak orang membicarakan hal ini di media sosial. Pertama, soal harga yang tinggi. Kedua, soal nama yang dianggap melecehkan.
"Janda Bolong" merupakan salah satu jenis tanaman hias dengan nama Latin, monstera. Ciri utama tanaman ini memiliki daun yang berlubang atau bolong. Menurut para ahli botani, tanaman hias ini bukan asli Indonesia tapi dari Amerika.
Tanaman ini menjadi daya tarik karena bentuk daunnya yang unik itu dan juga perawatannya relatif mudah. Monstera memiliki sekitar 40 jenis. Salah satu jenis yang dianggap menarik memiliki warna putih dan hijau pada daun.
Di saat pandemi Covid, ketika orang-orang bekerja dari rumah atau berada di rumah, berkebun menjadi cara menghibur diri atau hobi baru. Salah satunya memelihara tanaman hias. Saya baca di media sosial dan juga internet, ada yang memasang harga hingga jutaan rupiah untuk satu pot. Itu baru penawaran atau upaya menjual, bukan terjual. Di sisi lain, ada yang memasang harga murah, dari Rp 20.000-an hingga Rp 40.000-an untuk satu pot.
Menurut kompas.com, monstera booming di masyarakat lantaran ada cerita seorang petani di Bogor yang menjual tanaman itu kepada orang Jepang mencapai Rp 120 juta hanya untuk enam lembar daun. Cerita fantastis ini beredar luas di masyarakat dan 'sangat dipercaya'.
Mungkin ini hanya bentuk permainan harga saja. Karena 'ditiup-tiup', masyarakat pun terbuai. Mereka mulai menanam monstera dengan harapan terjual dengan harga tinggi. Banyak orang berpikir, bagaimana kalau tanaman mahal itu dirusak tikus atau hewan peliharaan lain di rumah. Seberapa lama sih daya tahan tanaman tersebut, begitu pertanyaan lain.
Soal monstera, mirip dengan daun anthurium atau gelombang cinta, belasan tahun yang lalu. Dulu dihembuskan isu, daun ini bisa laku jutaan rupiah. Mirip juga dengan cerita ikan louhan dan ikan koi yang juga berharga tinggi.
Bukan hanya tanaman dan ikan, batu akik pun pernah booming. Belum lagi soal koin Rp 1.000 bergambar kelapa sawit yang "berharga mahal". Meskipun telah berlalu, masyarakat masih saja percaya dengan harga yang fantastis. Sampai kini di "Grup Jual Beli Uang Kuno" dll tetap ada yang ingin menjual koin kelapa sawit untuk kebutuhan hidup. Padahal di mata kolektor atau numismatis, harga koin itu tidak lebih dari Rp 10.000 sekeping untuk kondisi bagus.
Nama "Janda Bolong" pun dianggap salah kaprah dan berkesan melecehkan. Masyarakat Jawa mengenal tanaman ini sebagai "ron dho bolong". Ron = daun, dho = pada, dan bolong = berlubang. Jadi maknanya 'daun pada berlubang'. Namun demi komersialisasi rupanya nama itu 'diplesetkan' menjadi 'janda'. Dalam Bahasa Jawa memang rondo = janda, kalau ron dho bermakna lain.
Banyak pihak menganggap nama itu tidak sopan. Nah, mari kita mulai menghargai sebutan dengan menggunakan istilah yang baik.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H