Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Bir Jawa dan Makanan Keraton pada Masa Hamengkubuwono VII dan VIII, Dulu Rahasia Kini Menyebar

Diperbarui: 24 September 2020   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanan keraton Yogyakarta masa Hamengkubuwono (Sumber: Makalah Prof. Murdijati)

Indonesia negara kaya. Bayangkan di seluruh Indonesia terdapat 135 ragam bumbu, terdiri atas enam kategori. Keenam kategori itu adalah segar dan utuh (daun salam dan sereh), kering dan utuh (cengkeh dan kayumanis), segar dan lumat (bawang merah dan bawang putih), kering dan lumat (ketumbar dan lada), segar dan diiris (cabai dan daun jeruk), dan diparut (pala dan lengkuas). 

Demikian terungkap dari paparan seorang ahli gastronomi, Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito dalam diskusi daring bertopik "Budaya Rempah-rempah dalam Khazanah Kuliner di Daerah Istimewa Yogyakarta" yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DI Yogyakarta.  

Prof. Murdijati adalah peneliti kuliner di kalangan keraton. Menurutnya, K.G.P.A.A. Mangkubumi memiliki kesukaan beberapa jenis makanan pembuka, makanan utama, lauk pauk, kudapan, dan makanan penutup.

Lemari penyimpan rempah-rempah dan alat penggerusnya (Sumber: Makalah Prof. Murdijati)

Dendeng age

Lain lagi Hamengkubuwono VII. Beliau menyukai dendeng age. Memasak dendeng age memerlukan waktu lama. Soalnya tukang masak harus menyiapkan bahan dan bumbu. Apalagi masaknya harus berkali-kali. 

"Dendeng age menggunakan daging kualitas prima yang dicincang, dibentangkan di sapitan bambu lalu dibakar sambil diolesi cairan santan yang diberi bumbu bawang merah, bawang putih, ketumbar, daun salam, gula kelapa, dan garam," kata Prof. Murdijati.

Demikian juga memasak blebet dan kalak ati, cukup rumit. Karena merupakan masakan keraton, menu ini seakan menjadi rahasia untuk masyarakat di luar keraton.

Makanan utama di dalam keraton berupa dhahar ijem, yakni nasi yang ditanak dengan ekstrak daun pandan. Selain itu ada bethak ayam, yakni nasi yang ditanak dengan brambang salam dan ayam.

Bukan hanya pada makanan, rempah-rempah juga digunakan untuk minuman, misalnya jamu. Keluarga bangsawan keraton selalu rutin minum jamu untuk menjaga kesehatan, kebugaran, dan kecantikan. 

Setiap keluarga, menurut Prof. Murdijati, memiliki lemari untuk menyimpan rempah (bothekan), peralatan membuat jamu, dan peralatan minum jamu. Umumnya jamu terbuat dari ekstrak rimpang/daun/buah yang dianggap memiliki khasiat menyehatkan.

Minuman khas keraton (Sumber: Makalah Prof. Murdijati)

Bir Jawa
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline