Setelah Prasasti Besole di Blitar diberi cungkup pada Agustus 2020 lalu, sebentar lagi giliran Prasasti Siman di Kediri akan dibenahi. Keduanya merupakan usaha tidak kenal lelah beberapa komunitas sejarah dan budaya. Peran komunitas untuk kelestarian cagar budaya memang besar. Di saat pemerintah tidak mampu melakukan publikasi dan pelestarian, komunitaslah yang turun tangan. Arkeologi semakin dikenal justru karena peran komunitas.
Prasasti Siman disebut juga Prasasti Paradah. Sejak lama prasasti itu terletak di area pekarangan warga dengan kondisi lingkungan yang kurang terawat. Di sini terdapat dua prasasti, jadi disebut Paradah 1 dan Paradah 2. "Bukti fisik peninggalan leluhur yang mempunyai nilai sejarah sangat tinggi ini diabaikan oleh pemerintah dan tidak ada perhatian sama sekali," demikian tulis Tribunus.co.id (12/08/2019).
"Bertahun-tahun sudah penantian janji-janji dari berbagai pihak untuk membuat tempat yang dekat dengan kandang sapi tersebut menjadi lebih layak juga tidak pernah terealisasi," sambung Tribunus.co.id.
Kalau diangkat, prasasti batu ini sangat berat. Bila kurang terawat, aksara pada prasasti bisa rusak atau aus. Maklum karena berada di ruang terbuka, cuaca sering kali tidak bersahabat. Sebenarnya prasasti itu sudah bercungkup. Namun masih terbuat dari bahan sederhana. Kini akan diganti dengan cungkup yang lebih tahan lama.
Terpanggil
Untung saja beberapa komunitas di Jawa Timur terpanggil. Soal penyelamatan dan pelestarian benda-benda purbakala, mereka berperan besar.
Prasasti Siman, berada di Dusun Siman, Desa Siman, Kec. Kepung, Kab. Kediri, Jawa Timur. Di dalam prasasti disebutkan anugerah lmah sawah sima di Desa Paradah, wilayah Watak Paradah. Sampai sekarang nama "Paradah" masih terabadikan sebagai salah satu nama dusun di Desa Siman, yaitu Dusun Bogorpradah.
Prasasti Siman diterbitkan oleh ri Mahrja Rak Hino Pu Sidok ri Inawikramadharmmottunggadewa pada 856 Saka atau 934 Masehi. Jadi usianya sudah lebih dari 1.000 tahun.
ri Mahrja Rak Hino Pu Sidok ri Inawikramadharmmottunggadewa adalah salah satu raja Kerajaan Mdang di Bumi Mataram. Dalam prasasti ditemukan nama Kerajaan yang diperintahnya, "makadatuan sri maharaja i mdang ing bumi mataram". Beliau terkenal sebagai pendiri wangsa isyana.
Sejak 7 September 2020 lalu pengumpulan dana sudah dibuka. Kegiatan itu dikoordinasi oleh Mas Novi dan Mas Doni. Beberapa individu sudah memberikan bantuan. Semoga setelah ini sejumlah peninggalan leluhur, termasuk yang ada di sekitar prasasti, bisa dijadikan aset desa untuk kawasan wisata sehingga mampu memberdayakan masyarakat sekitar.
Mari turut dalam gerakan pelestarian warisan budaya.***