Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Pada 1950 Uang Kertas Dipotong Dua Bagian, Dikenal sebagai "Gunting Sjafruddin"

Diperbarui: 7 September 2020   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu nominal yang dipotong dua bagian. Bagian kiri sebagai alat bayar dengan nilai separuh dari nominal. Bagian kanan ditukar dengan obligasi negara (Foto: Buku Oeang Noesantara)

Meskipun sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun kondisi perekonomian Indonesia masih labil. Pada masa 1945-1949 pemberontakan dan kerusuhan masih saja terjadi sehingga mengguncang berbagai stabilitas kehidupan. Terlebih ketika Belanda melakukan agresi militer 1947-1949 karena ingin berkuasa kembali di Indonesia.  Lihat tulisan [di sini].

Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) menyebutkan Indonesia harus menanggung utang yang teramat besar. Ketika itu utang pemerintah Hindia-Belanda 1,13 miliar dolar AS.

Selain itu, menurut www.tirto.id, pemerintah RIS harus membiayai 17 ribu karyawan eks Belanda selama dua tahun dan menampung 26 ribu tentara mantan KNIL. Dampak perang tentu saja amat sangat mahal.  

Obligasi negara 1950 (Foto: Buku Oeang Noesantara)

Situasi ini membuat perekonomian nasional langsung goyah hanya beberapa pekan setelah pengakuan kedaulatan. Masih menurut www.tirto.id,  saat itu Indonesia mengalami defisit hingga 5,1 miliar rupiah.

Selaku Menteri Keuangan RIS, Sjafruddin Prawiranegara menyadari bahwa tanpa terobosan untuk menghadapi krisis, kondisi akan semakin memburuk, bahkan bisa berakhir fatal. Kemudian ia merancang kebijakan ekonomi yang cukup mengejutkan.

Surat Keputusan Menteri Keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Foto: Buku Oeang Noesantara)

Tiga jenis

Pemerintah RIS sempat mengeluarkan uang kertas nominal Rp 5 dan Rp 10. Lihat [di sini].

Ada tiga jenis mata uang yang beredar di Indonesia saat itu, yakni mata uang peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank, mata uang yang digunakan ketika NICA (Pemerintah Sipil Hindia-Belanda) berada di Indonesia pasca-kemerdekaan atau selama masa revolusi fisik, serta Oeang Republik Indonesia (ORI). ORI ditarik dari peredaran pada Februari 1950 demi pertimbangan penyehatan keuangan.

Pemerintah RIS di bawah Kabinet Hatta, melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan RIS Mr. Sjafruddin Prawiranegara, bernomor PU/1 tertanggal 20 Maret 1950 memotong (dalam arti sesungguhnya) kepada uang-uang De Javasche Bank dan uang NICA nominal 2 rupiah atau gulden ke atas menjadi dua bagian.

Bagian kiri dinyatakan masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai sebelumnya. Uang potongan ini berlaku hingga 9 April 1950 pukul 18.00. Hal ini lazim disebut sanering.

Uang Nederlandsch-Indie atau uang NICA yang dipotong (koleksi pribadi)

Bagian kanan dapat ditukar dengan obligasi negara berbunga 3% per tahun, dengan jangka waktu pembayaran 40 tahun. Deposito di bank juga memiliki nasib yang sama.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline