Pasti sebagian dari kita pernah mendengar nama Adam Malik. Beliau pernah menjadi duta besar, menteri luar negeri, bahkan Ketua MPR/DPR. Jabatan tertingginya adalah Wakil Presiden RI (1978-1983). Beliau lahir 22 Juli 1917 dan meninggal 5 September 1984.
Sepeninggal beliau, rumah dinasnya di Jalan Diponegoro No. 29, Jakarta, dijadikan museum. Peresmiannya dilakukan oleh Ibu Tien Soeharto pada 5 September 1985, tepat satu tahun setelah beliau meninggal. Museum Adam Malik berada di bawah naungan Yayasan Adam Malik.
Sayang kemudian pengelola Museum Adam Malik terkendala biaya operasional. Memang pernah meminta bantuan kepada pemerintah, tapi rupanya kurang ada respon positif. Akibatnya pada 2006 bangunan Museum Adam Malik dijual kepada pengusaha Hary Tanoesoedibjo.
Sejak itu ribuan koleksi museum dijual oleh ahli waris. Buku-buku dijual secara kiloan ke pedagang buku bekas di Pondok Pinang. Lukisan dijual ke pedagang antik di Jalan Surabaya. Mirisnya, berbagai tinggalan arkeologi dari abad ke-8 hingga ke-14 dijual ke Bali. Bahkan, dikabarkan Prasasti Sankhara dijual ke pedagang loak yang lewat depan rumah.
Koleksi
Museum Adam Malik memiliki 13 jenis koleksi yaitu lukisan, ikon Rusia, lukisan Cina, keramik, buku-buku, senjata tradisional, patung batu dan perunggu, ukiran kayu, batu permata, emas, tekstil, kristal, dan alat fotografi. Waktu itu belum semua koleksi dipamerkan. Ada kira-kira 30% yang masih tersimpan di dalam gudang.
Dulu saya pernah beberapa kali ke sana, sekitar 1987 kalau gak salah. Saya memotret beberapa tinggalan arkeologi untuk keperluan skripsi arkeologi seorang teman. Saya paling ingat arca Ganesha, arca Bhima, naskah Batak, keramik, batu giok, lukisan, dan kamera jadul.
Pak Adam Malik berminat sekali pada arkeologi dan sejarah. Beliau mengumpulkan benda-benda kuno yang sebagian besar ditemukan di Indonesia. Mengumpulkan keramik ditekuninya mulai 1960. Mulai 1974 beliau menyumbang sejumlah keramik kuno dan lukisan untuk Balai Seni Rupa, sekarang menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik di Kota Tua Jakarta. Ibu Sumarah Adhyatman, asisten beliau yang juga kolektor keramik, pernah mengatakan ada 62 keramik yang telah disumbangkan kepada Museum Seni Rupa dan Keramik.
Pada 1970 beliau mensponsori ekskavasi (penggalian arkeologis) keramik di Sulawesi Selatan dan pada 1973 mendirikan Himpunan Keramik Indonesia di bawah Yayasan Derita Cita. Pada 1970 itu beliau menjadi Ketua Komite Proyek Penggalian dari Sulawesi Selatan, bekerja sama dengan "Yayasan Purbakala" dan sekelompok pencinta keramik.
"Pak Adam Malik mendapat keramik yang bagus-bagus dari Sulawesi Selatan. Dibawanya dengan helikopter," begitu pernah dikatakan Pak Abu Ridho. Pak Abu adalah pakar keramik bertaraf internasional dari Museum Nasional. Ia guru dari Ibu Sumarah.
Mahal