Zaman terus bergulir ke arah perubahan atau kemajuan sesuai inovasi baru. Begitu pun dengan peralatan. Dari tradisional menuju mekanik memang perlu waktu bertahun-tahun. Dari mekanik ke elektrik juga perlu waktu lama.
Salah satu peralatan yang mengalami perkembangan adalah alat hitung. Kakek buyut kita mungkin pernah menggunakan alat hitung yang disebut sempoa atau abakus. Dari zaman sebelum kemerdekaan 1945, alat ini sudah banyak dipakai, terutama para pedagang atau pegawai bank.
Sederhana
Sempoa terbuat dari kayu dan berasal dari Tiongkok. Jumlah lajur yang ada tidak selalu sama, tergantung besar kecilnya sempoa. Sempoa pada gambar di atas memiliki 11 lajur, berarti bisa menghitung sampai 11 digit atau kalau dijabarkan 99 M. Dulu sempoa ini pernah dipakai kakek saya. Namun normalnya sempoa ini hanya dipakai untuk menghitung sampai jutaan atau 7 digit.
Sempoa terdiri atas dua bagian. Bagian atas tiap lajur mewakili angka 5, sementara bagian bawah mewakili jutaan, ratusan ribu, puluhan ribu, ribuan, ratusan, puluhan, dan satuan.
Dulu saya pernah melihat kakek saya menggunakan sempoa. Mata melihat catatan, sementara tangan memainkan biji-biji sempoa. Wow, cepat sekali. Ibaratnya, jari-jari menari di atas biji-biji sempoa.
Seperti halnya mesin hitung atau kalkulator, sempoa bisa digunakan untuk menambah, mengurang, mengali, dan membagi. Saya ingat pernah ada lomba sempoa dan mesin hitung. Ternyata untuk menambah dan mengurang sempoa lebih cepat daripada mesin hitung, sebaliknya mesin hitung lebih cepat di bidang perkalian dan pembagian.
Mesin hitung
Sejak dikenalnya mesin hitung, ayah saya tidak mengikuti jejak kakek. Ia tidak menggunakan sempoa, tapi mesin hitung mekanik. Di dalam gudang masih saya simpan mesin hitung merk Olivetti buatan Italia. Mesin hitung ini menggunakan pita berwarna hitam dan merah. Lalu ada gulungan kertas, tempat tinta tercetak. Di bagian kanan ada semacam engkol, semacam tombol enter pada keyboard komputer.
Seingat saya, mesin ini bisa menghitung sampai 9 digit, baik penjumlahan dan pengurangan maupun perkalian dan pembagian. Beberapa tahun kemudian, tercipta mesin hitung elektrik. Jadi engkol seperti foto di atas tidak ada lagi. Semua dikendalikan oleh listrik sehingga meringankan kerja tangan.
Mungkin karena dipandang terlalu besar sehingga sulit dibawa-bawa, kemudian tercipta mesih hitung yang lebih kecil. Masyarakat awam menyebutnya kalkulator. Sebagai pengganti listrik, digunakan batu baterai berbentuk kancing. Kalkulator memiliki berbagai ukuran. Ada yang hanya bisa untuk 7 digit. Ada juga sampai 12 digit.