Sepanjang sejarah penerbitan prangko dan mata uang di Indonesia, pemerintah telah mengedarkan beberapa item yang berkenaan dengan tinggalan arkeologi. Hal ini tentu menggembirakan karena tinggalan arkeologi bisa menjadi ajang promosi ke mancanegara, mengingat prangko dan benda-benda filateli lain digemari kolektor mancanegara. Juga untuk meningkatkan apresiasi kepada masyarakat lokal mengingat mata uang sering dipakai bertransaksi yang tentu saja kerap dilihat-lihat.
Sebenarnya ada berbagai manfaat berkoleksi benda-benda filateli dan benda-benda numismatik. Melatih kesabaran, tentu sangat penting. Dengan memilih, memilah, bahkan merawat, kita sudah memperoleh 'obat' yang terbilang murah.
Sebagai investasi merupakan manfaat lain. Harga benda-benda koleksi selalu cenderung naik. Bila kita tidak memiliki pemasukan, contohnya pada masa pandemi ini, tentu koleksi-koleksi tersebut bisa dijual.
Merekam sejarah, itulah yang antara lain tergambar dari prangko dan mata uang. Berbagai peristiwa atau tokoh, hampir selalu disajikan dalam prangko dan mata uang.
Candi
Berbicara tinggalan arkeologi, tentu tidak hanya candi. Candi Borobudur dan Candi Prambanan memang paling banyak ditemui dalam prangko dan mata uang. Apalagi Candi Borobudur yang juga diterbitkan di beberapa negara dalam rangka mencari dana untuk pemugaran kembali sekitar 1970.
Di luar candi, pada benda-benda filateli kita temui tinggalan arkeologi lain, seperti masjid kuno dan bangunan berciri kolonial (istana presiden, museum, gedung). Selain itu ada tengkorak manusia purba dan prasasti.
Dari keseluruhan, tema Candi Borobudur paling banyak diterbitkan. Maklum, monumen purbakala ini sudah dianggap milik dunia. Karena bentuknya besar, maka dana pemugaran dan pemeliharaan juga amat besar.
Pada masa 2000-an, berbagai tinggalan arkeologi masih banyak terbit. Misalnya tentang Keraton Ratu Baka dan Prasasti Kawali. Bahkan pada 2013 lalu diluncurkan benda filateli bertema 100 Tahun Purbakala Indonesia. Gambar pada prangko menampilkan obyek gambar cadas yang berusia ribuan tahun. Sekadar memberi informasi, pada 14 Juni 1913 di Hindia-Belanda berdiri Oudheidkundige Dienst atau Dinas Purbakala. Tanggal dan bulan pendirian instansi itu diperingati setiap tahun.
Kebudayaan
Sebenarnya sebelum Indonesia merdeka, pemerintah pendudukan Belanda dan Jepang menerbitkan beberapa uang kertas yang bergambar kebudayaan Indonesia, seperti wayang dan keris. Kita harus belajar banyak dari mereka karena bangsa penjajah saja mencintai kebudayaan kita.