Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Masyarakat Awam Terpuaskan dalam Bincang Asyik Keramik dan Tembikar bersama Arkeolog

Diperbarui: 20 Juni 2020   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Survei di Danau Matano (Foto: Puslit Arkenas)

Sebagian masyarakat pasti sudah familiar dengan nama Majapahit, sebuah kerajaan besar yang pernah ada di Trowulan, Jawa Timur. Mahapatihnya juga banyak dikenal, Gajah Mada namanya. Karena pernah besar, tentu banyak tinggalan arkeologis terdapat di sana. Ada yang berupa candi, ada juga benda-benda kecil seperti keramik dan mata uang.

Tinggalan arkeologi di situs kota Majapahit tersebar di banyak desa. Maklum luas kota diperkirakan 10 km x 10 km. Bahkan dipastikan masih banyak lagi yang terdapat di dalam tanah. Sebagian tinggalan justru sudah hancur sejak 1960-an. Sisa-sisa batu bata kuno yang ada di sana, digerusi penduduk untuk dijadikan semen merah. Kehilangan besar buat kita dalam melacak sejarah kuno Nusantara.

Atas kiri: Ibu Yusmaini dan kanan: Ibu Triwuryani. Bawah: Ibu Zainab (Dokpri)

Keramik

Salah satu tinggalan arkeologis yang masih terawetkan berupa keramik. Namun bukan keramik utuhan yang di mata kolektor bisa berharga mahal. Temuan di Trowulan berupa pecahan-pecahan keramik. Bayangkan, kecil dan jelek, tapi berkarung-karung banyaknya. Meskipun begitu, di tangan pakarnya, keramik ini memiliki pertanggalan. Pertanggalan inilah yang kemudian digunakan untuk menyusun kronologi sejarah Majapahit.

Soal keramik dari Majapahit ini dibicarakan Ibu Yusmaini Eriawaty dalam Bincang Asyik bersama Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah Jabodetabek secara daring, Sabtu, 20 Juni 2020. Ibu Yusmaini atau Ibu Watty merupakan peneliti senior di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Acara Bincang Asyik dibuka oleh Ketua IAAI Pusat Ibu Wiwin Djuwita. Sebelumnya Ketua IAAI Komda Jabodetabek Ibu Dedah Rufaedah memberikan sambutan.

Pada kesempatan itu ikut berbincang Ibu Rr. Triwuryani, peneliti senior lain dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Beliau membicarakan tembikar dari Danau Matano. Ibu Zainab Tahir bertindak sebagai moderator.

Kembali ke soal keramik, menurut Ibu Watty, sebagian besar berasal dari Tiongkok dengan tarikh abad ke-13---14. Berikutnya keramik Vietnam dan Thailand (Sukhotai dan Swankhalok). Yang berjumlah sedikit, keramik dari beberapa negara Asia Tenggara lain dan Persia. Lalu dari mana kita tahu bahwa keramik itu dari negara ini dan negara itu, sebagaimana pertanyaan dari seorang peserta?

Pecahan keramik dan tim analisis keramik (Foto: Puslit Arkenas)

Menurut Ibu Watty, dalam menganalisis keramik ada beberapa langkah, yakni memilah bagian-bagian pecahan, menganalisis jenis dan bentuk, glasir dan bahan, menganalisis hiasan dan teknik menghias, menganalisis negara asal, menganalisis periode pembuatan, dan menganalisis tungku pembuatan.

Keramik Tiongkok yang ditemukan umumnya berupa mangkuk, piring, pasu, cepuk, kendi, guci, tempayan, buli-buli, botol, pedupaan, vas, dan ornamen. Keramik-keramik berasal dari hasil ekskavasi (penggalian) beberapa situs. Selain dari abad ke-13---14, ada juga keramik dari abad ke-15.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline