Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Antisipasi Pencurian Artefak Kuno pada Masa Pandemi

Diperbarui: 10 Juni 2020   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laboratorium arkeologi UGM (Foto: Mahirta)

Dalam masa pandemi ini banyak pekerjaan arkeologi terhambat, terutama yang melibatkan banyak orang. Istilahnya aktivitas luring, luar jaringan. Pekerjaan yang terhambat itu antara lain ekskavasi atau penggalian arkeologis. Apalagi selama beberapa bulan ini kita mengenal WFH, work from home, atau bekerja di rumah. Tagar #dirumahsaja benar-benar populer sejak pertengahan Maret 2020.

Protokol kesehatan memang membatasi ruang gerak kita, termasuk berbagai aktivitas kantor. Apalagi ada aturan jaga jarak, jangan kontak fisik, cegah kerumunan, pakai masker, dan cuci tangan.  Namun tujuannya baik, yakni untuk memutus rantai penyebaran pandemi. Sebagai pengganti kegiatan luring, berbagai instansi menyelenggarakan kegiatan daring.

Ilustrasi cara kerja arkeologi (Foto: Balar DIY)

Masyarakat awam

Balai Arkeologi DI Yogyakarta, yang disingkat Balar DIY atau di media sosial disebut @balarjogja, Rabu, 10 Juni 2020, menyelenggarakan Gelar Wicara Daring bertopik "Penelitian arkeologi pada era kenormalan baru". Pembicara dalam kegiatan itu Pak Sugeng Riyanto (Kepala Balar DIY) dan Ibu Mahirta (Dosen Arkeologi UGM). Sebagai moderator Pak Gunadi Kasnowihardjo dari Balar DIY. Kali ini kegiatan diadakan untuk menyambut Hari Purbakala 14 Juni.

"Coronavirus mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek: kantor memberlakukan WFH, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi melaksanakan kegiatan belajar dari rumah, warga dipaksa stay at home, dsb," demikian kata Pak Sugeng. Masa-masa ini memaksa banyak orang menggunakan media digital. Pada masa normal baru memang segala aturan diperlonggar, namun tetap saja protokol kesehatan diberlakukan.

Balar sendiri, menurut Pak Sugeng,  mempunyai beberapa tugas, yakni penelitian arkeologi, perawatan benda bernilai budaya berskala nasional, pedayagunaan hasil penelitian arkeologi, dan publikasi hasil penelitian arkeologi.

Ekskavasi sebagai pekerjaan khas arkeologi, nanti bisa saja dilakukan. Namun syaratnya, lokasi ekskavasi adalah zona hijau. Zona hijau menunjukkan wilayah yang bebas pandemi. Syarat lain, kondisi para peneliti dan tim pendukung penelitian sehat. Juga mematuhi protokol kesehatan.

Menurut Pak Sugeng, dalam masa normal baru ini Ruang Peradaban yang ada di kantor Balar ditutup sementara. Ruang Peradaban berisi materi Rumah Peradaban. Yang jelas, kata Pak Sugeng, pihaknya tetap kerja terus dengan mewaspadai virus. "Pelajaran Covid-19 untuk arkeologi adalah semakin kaya cara dalam bekerja," katanya.

Ibu Mahirta dan Pak Sugeng, narasumber kegiatan gelar wicara (Dokpri)

Laboratorium

Menurut Ibu Mahirta, kegiatan Departemen Arkeologi pun ikut terhambat pandemi, terutama yang berhubungan dengan masyarakat. Praktik lapangan, misalnya, hanya dilakukan secara teoretis sistem daring. "Saat ini ada dua kegiatan lapangan yang ditunda. Soalnya penelitian yang melibatkan orang banyak tidak dizinkan pihak rektorat," kata Ibu Mahirta.

 Kegiatan pengabdian masyarakat pun tidak bisa dilakukan. Sementara kegiatan laboratorium hanya bisa untuk empat orang. Jadi kegiatan dibagi dua shift, pagi dan siang. Di antara pergantian shift ruangan dibersihkan dan diberi desinfektan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline