Gegara rumahku mau ambrol---genteng pecah, semen tembok rontok, kayu-kayu kena rayap dan sebagainya---terpaksa rumahku dikosongkan. Barang-barang yang ada di sana kemudian dibawa ke rumah mertuaku yang cukup besar.
Rumahku tersebut beli cicilan pada 1988. Besar cicilannya Rp85.510 sebulan. Dulu dikenal sebagai rumah BTN atau lengkapnya KPR-BTN, artinya Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara. Kalau ada uang lebih, saya setor Rp100.000. Yah lumayan, dari jangka waktu 15 tahun, saya hanya menjalani cicilan selama 12 tahun.
Rumah tersebut tipe 45 dengan tanah seluas 133 meter. Karena masih ada tanah kosong, saya buat ruang tambahan sekitar 25 meter. Sayang, saya tidak memiliki budget cukup sehingga cuma dikit-dikit saja mampu dandani rumah.
Sekarang, kalau dijual cuma tanah seluas 133 meter yang berharga. Laku Rp5 juta per meter sudah luar biasa. Saya pun seakan berlomba, mencari budget sekitar Rp100 juta untuk mendandani rumah 70 meter atau menjualnya.
Perabotan jati
Banyak perabotan jati dari rumah saya itu. Bukan sembarang jati tapi jati yang berusia tua sehingga dikenal sebagai jati tua. Maklum warisan dari kakek nenek dan orang tua. Ketika dipindahkan ke rumah mertua, butuh tiga truk untuk mengangkutnya.
Betapa sempitnya rumah mertua sekarang. Apalagi mertua saya juga memiliki banyak perabotan jati. Saat ini susah menata ruangan karena terlalu banyak perabotan jati. Ada yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Demikian saya mengategorikan.
Kalau saja satu truk barang tidak disumbangkan ke panti sosial, mungkin tidak ada tempat tersisa di rumah mertua. Seingat saya dari barang-barang yang disumbangkan ada beberapa perabotan jati, seperti ranjang besar, ranjang kecil, meja sedang, dan empat kursi tamu.