Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Dewi Sartika Diusulkan Nama Bandar Udara di Majalengka

Diperbarui: 9 April 2019   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tamu-tamu undangan di ruang pameran temporer (Dokpri)


Pada 25 Oktober 2017 Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan seminar bertajuk Dewi Sartika. Berita tersebut bisa dilihat di sini. Sebagai tindak lanjut, hasil seminar dijabarkan dalam bentuk pameran. Hari ini, Selasa, 9 April 2019, Museum Kebangkitan Nasional menampilkan pameran temporer Dewi Sartika bertema "Lentera Pendidikan, Bumi Parahyangan". Pameran berlangsung sampai 5 Mei 2019.

"Pameran ini dihubungkan dengan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Pak Mardi Thesianto, Kepala Museum Kebangkitan Nasional. Secara resmi pameran dibuka oleh Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Pak Fitra Arda.

Pemukulan gong dilakukan oleh perwakilan keluarga Dewi Sartika. Pada kesempatan itu keluarga mengusulkan nama Dewi Sartika bisa diabadikan untuk nama bandar udara di Majalengka.

Dari kiri Pak Mardi, keluarga Dewi Sartika, dan Pak Fitra (Foto: Linda F.)

Cewek tomboy

Raden Dewi Sartika, begitulah nama lengkapnya, dilahirkan di Bandung pada 4 Desember 1884. Ia memiliki nama kecil Uwi. Ayahnya menjabat Patih Bandung. Maka Dewi Sartika disekolahkan di Eerste Klasse School bercampur dengan anak-anak Belanda, Indo-Belanda, dan anak-anak kalangan ningrat lain. Begitulah info dari salah satu panel.

Terungkap dari panel lain, Uwi selalu mengenakan kebaya dengan rambut disanggul mungil. Namun ia dikenal sebagai cewek tomboy karena perilakunya yang didominasi sifat kelelakian. Selain itu perkataannya tegas, terkadang bernada keras, dan sikapnya yang berani.

Pada usia 9 tahun, Uwi harus keluar dari sekolah karena ayahnya ditahan. Akibatnya pendidikan formalnya hanya sampai kelas 3. Namun semangat belajarnya di tengah keterbatasan amat besar. Setelah ayahnya meninggal, ia meneruskan cita-citanya untuk mengajarkan kaum perempuan. Ia mengajarkan menjahit, merenda, memasak, menyulam, tata krama, dan tentunya baca tulis.

Panel pameran dilengkapi video dan benda koleksi (Dokpri)

Sakola Kautamaan Istri

Dari panel lain kita bisa mengetahui keinginan besar Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah khusus perempuan. Keinginan itu didukung Bupati Bandung. Pada 16 Januari 1904 berdiri "Sakola Istri" yang kemudian menjadi "Sakola Kautamaan Istri". 

Sakola Kautamaan Istri menarik perhatian masyarakat karena memiliki guru yang sangat terampil dan telaten dalam mengajarkan berbagai pengetahuan yang terbilang baru bagi kaum perempuan pada masa itu. Sakola Kautamaan Istri dipelopori tiga serangkai Dewi Sartika, Nyi Oeit, dan Nyi Purwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline