Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) kembali menghasilkan doktor. Senin, 14 Januari 2019, Zarmahenia Muhatta mempertahankan disertasi berjudul "Kajian Toponimi terhadap Bandar-bandar di Jalur Rempah Pantai Utara Pulau Jawa pada Abad ke-15 Sampai ke-19" di hadapan para penguji yang terdiri atas Dr. F.X. Rahyono, Prof. Dr. M. Julia Setiawati Darmojuwono, Prof. Dr. Cece Sobarma, dan Totok Suhardijanto, Ph. D. Bertindak sebagai promotor Prof. Dr. Multamia RMT Lauder dengan ko-promotor Dr. Ninie Susanti dan Dr. Lilie Suratminto.
Zarmahenia Muhatta merupakan staf pengajar di Prodi Sastra Inggris, Universitas Al Azhar Indonesia. Ia lulus sebagai sarjana arkeologi UI pada 1986.
Tujuh bandar
Menurut Zarmahenia, angin musim Barat dan Timur mengakibatkan munculnya kota-kota pelabuhan atau bandar-bandar di Nusantara sejak zaman Sriwijaya hingga akhir masa Majapahit. Dengan demikian menjadikan wilayah-wilayah itu tempat persinggahan yang ideal untuk pedagang-pedagang dari berbagai negara. Wilayah pesisir pantai utara Pulau Jawa pun dianggap ideal karena lautnya tidak berombak besar sehingga mudah dicapai.
"Kedatangan para pedagang asing menyebabkan berkembangnya pelabuhan-pelabuhan. Yang semula berupa pelabuhan alam berukuran kecil berkembang menjadi pelabuhan untuk kapal-kapal besar," kata Zarmahenia.
Karena aktivitas itu tentu saja banyak catatan para penulis asing, seperti Tome Pires, mengenai nama-nama bandar yang dikunjungi pada masa itu. Tempat-tempat sekitar bandar kemudian meninggalkan sisa-sisa fitur atau situs-situs arkeologi yang masih nampak hingga kini.
Toponimi sendiri adalah kajian tentang nama tempat. Dalam Bahasa Yunani, topo berarti tempat dan nim berarti nama). Kajian toponimi menjadi sangat penting karena selain mengkaji nama tempat dalam penunjukan suatu tempat pada peta, juga berkaitan erat dengan berbagai aspek lainnya seperti kepentingan sosial, ekonomi, dan budaya.
"Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui bahwa sebagai bandar-bandar utama di pantai Utara Pulau Jawa, kehidupan masyarakat kota-kota pesisir memperlihatkan tinggalan-tinggalan arkeologi yang masih banyak ditemukan di wilayah bandar-bandar di sepanjang Jalur Rempah di pesisir pantura abad ke-15 sampai ke-19 Masehi.
Temuan arkeologis itu tidak dapat diabaikan begitu saja karena berkaitan erat dengan toponimi yang merupakan bagian dari aspek sosial budaya yang melingkupinya. Oleh karena itu penelitian transdisiplin mengenai toponimi perlu dilakukan agar dapat diperoleh gambaran mengenai wilayah tertentu," kata Henny, panggilan akrab Zarmahenia.
Henny mengutip pernyataan Ayatrohaedi (1991) tentang pentingnya kajian epigrafi (prasasti) dan filologi (naskah kuno) dalam penelisikan tentang toponimi dengan pendekatan linguistik. "Kajian terhadap nama tempat memerlukan pendekatan linguistik karena nama tempat adalah bagian dari bahasa setempat, atau di Indonesia biasa disebut sebagai bahasa daerah," kata Henny.
Sumber tertulis