Begitu sudah berkumpul di stasiun Bogor, seksi transportasi segera memesan mobil secara online. Maklum yang ikut generasi milenial 'zaman now', kecuali saya generasi milenial 'zaman old'. Karena baru datang satu mobil, rombongan pertama berangkat terlebih dulu. Saya sendiri ikut rombongan kedua.
Tujuan kami adalah kampung budaya Sindangbarang, beberapa kilometer dari Bogor. Yang kami tahu lokasinya berada dekat pegunungan. Istilah kampung budaya sebenarnya sudah dikenal. Karena itu, nama Sindangbarang lah patokan kami.
Ternyata kami dibawa ke Sindangbarang lain. Rupanya nama itu belum dikenal oleh aplikasi. Akibatnya kami nyasar. Begitu pula rombongan pertama. "Harusnya Sindangbarang Ciapus, karena ada juga Sindangbarang IPB," kata pengelola kampung budaya ketika kami sudah sampai di tempat tujuan. Di dekat kampung budaya ada desa wisata Pasir Eurih. Nah, nama Pasir Eurih lah yang dimasukkan dalam aplikasi, jadi ketemu.
Pertemuan komunitas
Dua belas orang rombongan kami, bermaksud mengadakan pertemuan komunitas. Memang Sabtu dan Minggu merupakan hari senggang. Namun karena 22 dan 23 Desember 2018 merupakan hari 'rawan' di akhir tahun, maka beberapa orang tidak bisa berpartisipasi.
Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) digawangi generasi milenial yang memiliki idealisme tinggi untuk memajukan sejarah, purbakala, museum, dan budaya sebagaimana slogan 'sepurmudaya'. KPBMI baru terbentuk 4 Maret 2017 yang kemudian membuat akte notaris pada 14 Desember 2017. Komunitas ini bergerak di bidang edukasi dan publikasi, antara lain pernah menyelenggarakan lokakarya pemandu museum, lokakarya komik, diskusi budaya Tionghoa, sinau aksara dan bedah prasasti, belajar keramik bersama pakar, dan menerbitkan beberapa buku/komik.
Sindangbarang
Kampung budaya Sindangbarang terletak di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Nama ini dihubungkan dengan Babad Pakuan dan Babad Pajajaran. Diperkirakan Sindangbarang sudah ada sejak zaman Kerajaan Sunda sekitar abad ke-12.
Di Kampung budaya Sindangbarang terdapat delapan macam kesenian Sunda yang telah direvitalisasi dan dilestarikan oleh para penduduknya. Di Sindangbarang setiap tahun diselenggarakan upacara adat Seren Taun, yaitu upacara ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan Yang Mahaesa atas hasil panen dan hasil bumi yang diperoleh pada tahun ini dan berharap hasil panen tahun depan akan lebih baik.
Wayang daun singkong