Siapa yang pernah memainkan kelereng, egrang, layang-layang, pletokan, gasing, congklak, yoyo, dan lain-lain tentulah bisa dikategorikan generasi "zaman old". Memang semuanya mainan atau permainan yang sekarang disebut tradisional. Sebutan itu muncul karena sejak 1980-an mainan tradisional mulai tergantikan oleh permainan elektronik atau digital.
Akibatnya mainan atau permainan tadi semakin tergerus oleh keberadaan mainan/permainan modern. Kalau tidak segera diperkenalkan kembali sekaligus dilestarikan, bisa dipastikan permainan tradisional akan punah. Dengan begitu tidak akan dikenal lagi oleh generasi "zaman now" atau generasi milenial.
Sekarang tanah lapang memang boleh dibilang tidak ada yang kosong. Padahal permainan layang-layang butuh ruang terbuka yang cukup luas. Juga dengan permainan kelereng, egrang, dan gasing. Ruang terbuka di berbagai tempat telah menjadi ruang tertutup. Di atasnya telah berdiri perumahan atau perkantoran.
Nilai luhur
Hanya sedikit generasi muda yang sadar memperkenalkan sekaligus sebagai upaya pelestarian permainan tradisional itu. Maka pada 9 Desember 2018 para mahasiswa arkeologi angkatan 2016 UI menyelenggarakan pameran bertajuk "Sukan Nusantara: Dulu, Kini, dan Nanti" di Perpustakaan Nasional lantai 4.
Pameran berlangsung hingga 16 Desember 2018, dilengkapi acara Mendongeng dengan Origami (8 Desember 2018), Mari Membuat Layang-layang (14 Desember 2018), dan Seminar Permainan Tradisional (17 Desember 2018), sekaligus penutupan di FIB UI.
Para mahasiswa arkeologi itu tentu saja sadar bahwa keberadaan budaya dan nilai-nilainya perlu untuk terus dilestarikan dan diturunkan kepada generasi penerus yang semakin hari semakin sadar akan teknologi. Dengan demikian budaya dan nilai luhur berusaha dipertahankan, untuk menunjukkan eksistensinya yang kian hari digerus oleh kehadiran teknologi dan budaya asing.
Sebenarnya kekuatan dari permainan tradisional adalah mengajarkan kerja sama, gotong royong, saling menghormati, dan yang terpenting mengajarkan kita untuk bisa menempatkan diri di tengah masyarakat. Permainan bakiak, misalnya, menuntut kerja sama. Bagaimana jadinya kalau yang satu melangkahkan kaki kiri terlebih dulu, sementara yang lain melangkahkan kaki kanan. Pasti akan terjerembab.
Lain halnya dengan permainan serba digital atau elektronik yang sering kali dilakukan secara individualistis. Atau dilakukan secara daring dengan lawan di lain tempat. Adanya internet memang memudahkan segala permainan, namun para pemain itu tidak saling bertatap muka atau menyapa.
Prasejarah
Beberapa permainan tradisional yang dikenal sekarang, ternyata telah berusia tua. Gambar layang-layang pernah ditemukan pada gua-gua prasejarah di Sulawesi Selatan. Diperkirakan umur gua itu ribuan tahun, sehingga permainan layang-layang dianggap seumur dengan lukisan gua tersebut. Permainan dadu terpampang dalam relief Candi Jago dari abad ke-13. Di situs Air Sugihan, Sumatera, pernah ditemukan gasing kayu.