Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Batik Motif Tertentu Hanya Boleh Dipakai Kalangan Keraton

Diperbarui: 21 November 2018   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pameran batik (Dokpri)

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bikin gawean. Acaranya berlangsung 21-23 November 2018 di Galeri Cemara, Jalan HOS Cokroaminoto No. 9-11, Jakarta Pusat. Nama acaranya Mengenal Batik Puro Pakualaman, berupa pameran, bincang-bincang, belajar membuat motif batik, dan pemutaran film "Sekar" lanjut bedah film.

Pembukaan acara diawali laporan Kepala Subdirektorat Warisan Budaya Takbenda, Lien Dwiari Ratnawati. Selanjutnya Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, memberikan sambutan sekaligus membuka rangkaian acara.

Demonstrasi memberi warna batik dengan canting (Dokpri)

Asta brata

Pameran koleksi batik Puro Pakualaman Yogyakarta menjadi acara inti. Banyak jenis batik dipamerkan di sana. Ternyata batik mengandung filosofi, bahkan dihubungkan dengan ajaran astabrata atau delapan perilaku kepemimpinan yang dihubungkan dengan alam semesta. Astabrata dikenal dalam agama Hindu, namun kemudian disesuaikan dengan ajaran Jawa kuno.

Seri batik astabrata berasal dari dua sumber naskah, yaitu Sestra Ageng Adidarma dan Sestradisuhul. Berbagai motif batik yang berkenaan dengan astabrata adalah Indra Widagda (Indra yang mengajarkan ilmu pengetahuan), Yama Linapsuh (Yama sebagai pembasmi kejahatan), Surya Mulyarja (Surya penebar kemuliaan dan kesejahteraan), Bayu Krastala (Bayu yang berpendirian teguh dan selalu berpijak pada kebenaran), Brama Sembada (Brama yang tangguh dan berwibawa), Candra Kinasih (Candra sebagai penebar rasa kasih), Wisnu Mamuja (Wisnu yang selalu memuja Sang Pencipta), dan Baruna Wicakswa (Baruna yang bijaksana). Yang disebut pertama adalah nama dewa yang dikenal dalam Hindu.

Ada belasan batik digelar dalam pameran. Hampir semuanya didominasi warna gelap, terutama coklat. Tentu bukan batik printing yang diproduksi masal. Batik-batik itu bernilai tinggi dan bersejarah. Dalam pameran diperagakan cara membatik. Juga ada penjualan batik-batik tulis.

Bincang batik (Dokpri)

Salah kaprah

Bincang batik diberikan oleh dua narasumber, yakni Sri Ratna Saktimulya dan Mari Condronegoro. Ratna menguraikan banyak hal tentang batik, seperti istilah iluminasi. Menurutnya, motif batik diambil dari naskah, kemudian dikaji, selanjutnya diolah oleh pembuat motif. Ratna juga menceritakan motif-motif parang rusak dan kawung, termasuk larangan-larangannya. Pada masa lalu dan di keraton, pemakaian batik sangat ketat. Bahkan batik dengan motif tertentu hanya boleh dipakai oleh kalangan keraton.

Salah kaprah penggunaan batik dikemukakan Mari. Generasi zaman sekarang, menurutnya, tidak tahu filosofi batik. Ia pernah melihat orang memakai motif tertentu. Memang warnanya terlihat cantik. Namun pemakaiannya salah tempat. Motif tersebut biasanya dipakai oleh pemain wayang orang untuk menandakan kejahatan.

Kamis dan Jumat rangkaian acara masih berlangsung. Ayo, yang cinta batik atau wastra Nusantara, silakan berkunjung ke Galeri Cemara.

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline