Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Belajar di Museum Menyenangkan Loh...

Diperbarui: 31 Agustus 2018   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kiri Sobirin, Dimas (moderator), dan Ina (Dokumentasi pribadi)

Jumat, 31 Agustus 2018 Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan diskusi bertajuk Museum sebagai Sumber Pembelajaran. Pembicara diskusi adalah Moh. Shobirienur Rasyid dan C. Musiana Yudhawasti, dengan moderator Dimas Eka Mitra Nugraha. Kegiatan diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan doa, dan kata pengantar dari Kepala Museum Kebangkitan Nasional, Mardi Thesianto.

Pak Sobirin, begitu biasa dipanggil membawakan makalah berjudul Museum sebagai Pusat Sumber Belajar, sementara Ibu Ina memaparkan Museum sebagai Media & Sumber Pembelajaran. Pak Sobirin berstatus guru, sementara Ibu Ina pendiri Komunitas Jelajah dan saat ini anggota Lembaga Sensor Film.

Prasasti

Pak Sobirin memberi ilustrasi Prasasti Kedukan Bukit dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu menggunakan Bahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa.  Banyak epigraf, filolog, dan sejarawan menafsirkan isi prasasti tersebut. Dimulai dari nama Sriwijaya dan tafsir kata-kata di dalam prasasti.

"Sebagai guru sejarah, siapa pun boleh mengabaikan proses diskusi tentang pembacaan, tafsir, dan toponim yang dilakukan para ahli purbakala itu. Soalnya pekerjaan itu bukan pekerjaan utama guru sejarah. Guru sejarah dapat mencukupkan hanya pada hasil akhir diskusi para ahli, atau hanya mengikuti pendapat dari seorang ahli," kata Pak Sobirin.

Meskipun demikian, kata Pak Sobirin, guru sejarah tetap dapat belajar lebih banyak dari prasasti maupun koleksi museum yang tersedia. Menurutnya, dari prasasti itu kita dapat belajar tentang perjalanan sejarah kata-kata yang pernah hidup pada abad ke-7 dan terus berlangsung hingga kini. Kata-kata itu antara lain varsa, eka, laksa, ratus, vanyaknya, datang, lega, sukhacitta, dan jaya.

Contoh lain dikemukakan Pak Sobirin, yakni mengenai lomba esei on the spot di Museum Basoeki Abdullah. Semula panitia pesimis dapat menjaring 150 peserta. Namun kemudian kuota terpenuhi, malah banyak calon peserta ditolak.

"Kombinasi dari keberhasilan program literasi di sekolah dan sekaligus iming-iming mendapat uang tunai bagi pemenang, merupakan faktor pendorong dan faktor penarik dari terpenuhinya kuota peserta lomba," kata Pak Sobirin.

Khusus di Museum Kebangkitan Nasional, menurut Pak Sobirin, masyarakat bisa belajar tentang bangunan cagar budaya, mengingat gedung ini didirikan pada abad ke-19. Selain itu bisa belajar sejarah kedokteran, sejarah pendidikan, dan sejarah kebangkitan nasional.

Peserta diskusi yang umumnya guru-guru sejarah (Dokumentasi pribadi)

Pembelajaran

Menurut Ibu Ina, pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, bahan ajar. Dikatakan juga, media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline