Selama dua hari, 29 dan 30 Agustus 2018, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta menyelenggarakan rapat teknis pengelolaan museum terkait sejarah. Kegiatan itu diikuti pengelola museum yang bernaung di bawah Asosiasi Museum Indonesia DKI Jakarta "Paramita Jaya" dan Asosiasi Museum Indonesia Kawasan TMII. Juga diikuti beberapa komunitas yang berhubungan dengan permuseuman.
Kegiatan dibuka oleh Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Asiantoro. Pak Asiantoro berharap ada pemikiran atau perkembangan karena museum-museum pemerintah di DKI Jakarta sejak lama tidak bertambah. Sebaliknya museum-museum swasta banyak berdiri.
Karakter tersendiri
Pada bagian awal Pak Nunus Supardi menjadi pemateri. Ia mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa masyarakat Indonesia punya karakter tersendiri. Bahkan kata Presiden, dari hasil renungan saya, Indonesia punya "DNA" berkarya dalam seni dan budaya. Sementara menurut Dirjen UNESCO Fransesco Bandarin, Indonesia adalah negara super power bidang budaya.
Pak Nunus juga menyoroti bahwa museum telah lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada 1778. Padahal, di banyak negara yang sekarang permuseumannya sudah maju, museum mereka lahir sesudah kelahiran museum di Nusantara.
Memang museum-museum di Indonesia sampai kini terus berkembang. Namun, perkembangannya masih kalah dengan beberapa negara seperti Korea dan Jepang. Museum di kedua negara itu maju dengan pesat.
Pak Ali Akbar mengatakan koleksi museum harus sarat informasi. Untuk itu ia menekankan peran pemandu. "Kalau pengunjung sudah tahu cerita tentang koleksi itu buat apa ada pemandu," katanya. Nah, pemandu harus mampu bercerita di belakang artefak itu secara lebih detail.
Potensi SDM
Mantan Kepala Museum Nasional menekankan peran SDM museum. Namun terkadang, katanya, potensi SDM museum tidak berfungsi dengan baik. Sebagai alternatif, mengembangkan SDM museum bisa dilakukan melalui kerja sama antarlembaga.
Menurut Ibu Intan, program pengembangan SDM sudah dilakukan lewat pascasarjana Museologi di beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia. Sayang banyak lulusan S-2 Museologi menjadi "korban" rotasi pegawai. Sekarang mereka mengabdi di bidang yang jauh dari kapasitasnya sebagai museolog.
Saya pernah mendengar memang ada lulusan museologi yang dipindahkan ke bagian satpol PP. Yah ampun, sudah menghabiskan dana negara, tidak berurusan dengan museum lagi. Padahal, biaya pendidikan museologi lumayan mahal.