Di Bogor terdapat sebuah museum yang unik. Dikatakan unik karena berlokasi di dalam kompleks Istana Bogor. Karena itu untuk memasuki museum, pengunjung harus mengajukan surat izin terlebih dulu, silakan lihat di sini. Selain prosedur kunjungan, museum ini memberlakukan tata tertib pengunjung yang ketat. Namun untuk memasuki museum ini tidak dikenakan biaya.
Pagi hari, saya sudah berangkat dari stasiun Juanda di Jakarta Pusat. Dari situ saya menuju stasiun Bogor. Di sana saya bertemu beberapa orang pengurus komunitas yang bernama Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Kami memang janjian di stasiun Bogor. Dari stasiun, kami berlima cukup berjalan kaki. Sekitar sepuluh menit kemudian, kami sampai di Museum Kepresidenan.
Balai Kirti
Sesampainya di sana kami dipandu oleh mbak Indri. Ia lulusan Jurusan Sejarah UI. Sebenarnya ini kunjungan kedua saya ke Museum Kepresidenan. Cerita singkat tentang museum ini pernah saya tuliskan di sini. Namun keempat orang dari KPBMI itu, baru pertama kali ke sana.
Saya tidak perlu bercerita banyak soal museum. Silakan baca tautan di atas yah. Kali ini saya berlama-lama di perpustakaan. Perpustakaan Kepresidenan terletak di lantai kedua. Saya lihat tertata rapi di atas rak yang disusun berjajar. Di depan tiap rak terdapat patung kepala setiap presiden. Cukup artistik, apalagi dilengkapi berbagai karya seni yang menarik. Di bagian atas tergantung wajah keenam presiden, yakni Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kalau dilihat dari dekat, wajah keenam presiden itu terlihat jelek. Tapi kalau dari jauh baru bagus. Tentu seperti halnya kita melihat lukisan.
Terbanyak dan tersedikit
Perpustakaan Kepresidenan berisi berbagai publikasi terkait presiden tertentu dan buku karya presiden sendiri. Ada lebih dari enam rak terdapat di dalam perpustakaan. Tiap presiden memiliki rak khusus. Jadi buat pengunjung gampang mencari buku yang dimaksud.
Dari keenam mantan presiden, Soekarno terlihat paling banyak menulis buku. Buku karyanya yang paling terkenal berjudul Dibawah Bendera Revolusi. Tebal dan terdiri atas dua jilid. Buku itu sudah dicetak berulang kali.
Tulisan tentang SBY saya lihat paling banyak. Tulisan tentang Megawati paling sedikit. Waktu pertama kali datang ke museum pada akhir 2014, saya lihat rak buku berisi hampir penuh. Tapi Jumat, 19 Januari 2018 lalu ketika berkunjung ke sana, kondisi rak buku hampir melompong. "Dulu buku-buku tentang presiden pinjaman dari Perpustakaan Nasional dan Sekretariat Negara. Kini buku-buku tersebut sudah ditarik yang punya," kata seorang staf perpustakaan.
Perpustakaan Kepresidenan dilengkapi meja baca. Dengan hawa yang sejuk, pengunjung pasti senang berlama-lama membaca. Selain buku-buku tentang presiden, perpustakaan juga dilengkapi bacaan lain, termasuk koran.