Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Resolusi Jihad, Faktor Pemicu Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Diperbarui: 10 November 2017   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita tentang jihad melawan penjajah sebagaimana terpampang pada pameran tokoh Hasyim Asy'ari di Museum Kebangkitan Nasional (Dokpri)

Baru-baru ini Agus Sunyoto mengeluarkan buku berjudul Fatwa & Resolusi Jihad: Sejarah Perang Rakyat Semesta di Surabaya, 10 Nopember 1945. Buku tersebut diterbitkan oleh Lesbumi PB NU.

Isi buku mencakup sejarah perang rakyat semesta di Surabaya pada 10 Nopember 1945. Terdiri atas tiga bab; bab I tentang masa kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara; bab II tentang masa kekuasaan imperialisme Dai Nippon; dan bab III tentang kebangkitan bangsa pascaproklamasi.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2017, Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan diskusi buku tersebut. Bertindak sebagai narasumber Asvi Warman Adam dan Djoko Marihandono dengan moderator Humaidi. 

Hasyim Asy'ari

Resolusi jihad berhubungan dengan Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Hasyim Asy'ari, dan Surabaya 1945. Menurut Asvi Warman Adam, salah seorang pembahas buku, peristiwa tersebut tidak disebut dalam berbagai buku sejarah. Padahal, resolusi jihad dikumandangkan pada 22 Oktober 1945, sebelum peristiwa 10 November 1945, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Resolusi jihad menjadi salah satu faktor pemicu semangat kebangsaan membela negara. Dalam hal ini terjadi hubungan agama dengan nasionalisme. Peran kiai dan santri amat besar.

Setelah Indonesia merdeka, Belanda membonceng Sekutu untuk kembali menjajah Indonesia. Di mana-mana terjadi pertempuran sepanjang September hingga Oktober 1945. Pada September 1945 itu kapal perang Inggris merapat di Surabaya. Pendaratan itu disambut dengan bentrokan fisik. Hal ini mendorong Presiden Soekarno yang berada di Yogyakarta mengirim utusan untuk menghadap seorang kiai kondang di Jawa Timur sekaligus Rais Akbar NU, yakni Hasyim Asy'ari. Setelah berunding dengan para ulama di Jawa dan Madura, pada 23 Oktober 1945 dicapai beberapa kesepakatan.

Menurut Asvi Warman Adam dan Djoko Marihandono, yang ikut membahas buku tersebut, isi kesepakatan tersebut ada lima. Pertama, kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan. Kedua, Republik Indonesia wajib dibela dan diselamatkan, meskipun meminta pengorbanan harta dan jiwa. Ketiga, Belanda membonceng Sekutu untuk kembali menjajah Indonesia. Keempat, umat islam terutama warga NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda. Kelima, jihad bagi yang berada dalam radius 94 kilometer. Yang di luar jarak itu wajib membantu saudara-saudaranya yang berada dalam radius 94 kilometer.

Sumber data

Menurut Asvi dan Djoko, kekurangan buku itu adalah kurang memasukkan data foto, ilustrasi gambar, atau sketsa. "Gambar itu foto siapa, dibuat oleh siapa, dan kapan tidak ditemukan dalam buku itu. Pencantuman referensi sangat penting, yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah atas pemanfaatan karya orang lain," kata Djoko.

Dari kiri Djoko Marihandono, Asvi Warman Adam, Humaidi, dan Agus Sunyoto (Dokpri)

Persoalan foto yang tidak ber-caption juga diceritakan Asvi. Misalnya ada foto kekerasan pada masa lalu. Maka orang akan mereka-reka, PKI yang membunuh rakyat ataukah rakyat yang membunuh PKI.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline