Hujan sebentar saja, beberapa ruas jalan di Jakarta selalu tergenang. Ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun. Penyebab utama kualitas jalan. Apalagi kalau jalan kelas rendah dilalui kendaraan berat. Ini mengakibatkan beberapa bagian jalan amblas, yang semakin lama semakin rusak dan berlubang.
Penyebab lain saluran pembuangan air pada badan jalan kurang mempertimbangkan bakal masuknya sampah. Saya perhatikan di depan rumah saya, saluran pembuangan air terletak pada deretan beton pembatas. Bentuknya empat persegi panjang berukuran sekitar 8 cm x 20 cm. Karena tanpa saringan, daun-daun kering sering masuk ke dalam saluran. Akibatnya air tidak maksimal masuk ke dalam saluran besar.
Saringan
Menurut saya, seharusnya lubang pembuangan air dilengkapi dengan saringan. Entahlah bagaimana bentuk saringan tersebut, yang penting bisa menahan masuknya daun-daun kering atau kotoran lain. Kotoran yang berada di atas saringan lebih mudah dibersihkan. Dengan begitu air yang masuk ke saluran besar tidak membawa sampah.
Sampah-sampah inilah yang sering kali menyumbat saluran besar. Bukan tidak mungkin akan menyebabkan air tidak mengalir. Genangan ini akan menyebabkan timbulnya jentik-jentik nyamuk. Sudah mendesak, jalan-jalan di Jakarta perlu dilengkapi saringan air.
Pengerukan lumpur
Memang adanya saringan air belum menjamin Jakarta bebas banjir. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah lumpur yang mengendap. Saya sering kali melihat kanal-kanal Ciliwung di sekitar Harmoni dipenuhi lumpur. Untuk itu tentu saja perlu pengerukan. Ini agar kanal mampu menampung air lebih banyak jika terjadi hujan besar.
Sebenarnya pengendapan lumpur terjadi sejak lama. Ini tergambar dari buku-buku sejarah Jakarta. Dulu kapal-kapal layar bisa masuk karena kedalaman sungai mencapai 5-10 meter. Tapi sejak bertahun-tahun lalu hanya mencapai 1-1,5 meter. Betapa pengendapan lumpur sudah demikian tinggi.
Menurut pengalaman dan pengetahuan saya, Jakarta sulit terhindar dari banjir. Dulu pada abad ke-5 saja sudah dibuatkan saluran sebagaimana informasi dari Prasasti Tugu. Letak geografis Jakarta di dataran rendah dan dekat laut, membuat Jakarta selalu terkena banjir lokal atau rob maupun banjir kiriman dari Bogor dan sekitarnya. Apalagi diberitakan air merembes sudah mencapai daerah Senen, maka terjadi penurunan muka tanah.
Banjir di Jakarta sesungguhnya sulit dicegah. Kita hanya bisa meminimalisasi saja. Kecuali kalau kita menggunakan teknologi dari Belanda. Negara yang berada di bawah permukaan air itu, membuat tanggul raksasa dengan biaya amat sangat besar.
Banjir di Jakarta justru diperparah dengan kedisiplinan warga sendiri. Mereka hampir selalu membuang sampah ke sungai, terutama oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Lihat saja kalau terjadi banjir besar ada kasur, kursi, dan benda-benda besar lain.