Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Berburu Buku Gratis untuk Gerakan Menulis Arkeologi

Diperbarui: 6 September 2017   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa publikasi terbitan pertama (Dokpri)

Setelah lulus kuliah dari Jurusan Arkeologi UI, saya sempat menjadi jurnalis. Karena profesi itulah saya memperoleh banyak buku arkeologi. Tahun 1980-an saya sering ke Jalan Cilacap No. 4, Jakarta Pusat. Di situ berkantor Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (P4N). Saya kenal baik dengan Pak Uka Tjandrasasmita dan Pak R.P. Soejono. Mereka sering menghadiahi saya publikasi terbitan P4N. Maklum mereka arkeolog senior, sementara saya arkeolog yunior. Sebagai jurnalis tentu saja buku menjadi asupan penting.

Kalau tidak salah sejak 1976 P4N dipecah menjadi dua instansi yaitu Direktorat Sejarah dan Purbakala, instansi satu lagi Pusat Penelitian Purbakala Nasional yang kemudian menjadi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Direktorat Sejarah dan Purbakala dikepalai Pak Uka Tjandrasasmita masih berkantor di tempat lama, sementara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dikepalai Pak R.P. Soejono berkantor di Jalan Condet Pejaten, Pasar Minggu. Sejak adanya dua instansi itu, Pak Uka dan Pak Jono masih sering menghadiahi saya buku.

Ketika itu masih ada satu instansi yang saya datangi, yaitu Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Kantornya terletak di Gedung Balaikota lantai 18. Saya kenal baik dengan arkeolog senior Pak Dirman Surachmat. Beruntung, saya masih menyimpan publikasi-publikasi pertama yang diterbitkan ketiga instansi tersebut. Usianya lebih dari 30 tahun. Sekarang publikasi-publikasi tersebut termasuk kategori langka.

Koleksi buku

Karena profesi jurnalis itulah mungkin saya senang mengoleksi buku. Semasa kuliah memang saya sering membeli buku. Apalagi ketika itu saya sering menulis artikel di beberapa koran. Sebagian uang honorarium saya sisihkan untuk membeli buku.

Buku-buku arkeologi koleksi pribadi (Dokpri)

Saya sempat pula menjadi PNS selama beberapa tahun. Di sela-sela waktu senggang biasanya saya menulis artikel. Begitu juga ketika beralih profesi menjadi karyawan swasta. Pekerjaan menulis artikel tidak saya tinggalkan, meskipun hanya iseng-iseng.

Semakin tahun koleksi buku saya semakin banyak. Pada awalnya memang koleksi buku-buku arkeologi. Tapi kemudian berkembang. Kalau ada uang lebih, saya beli kamus dan ensiklopedia. Untuk berburu buku, saya kerap mengunjungi pameran buku yang waktu itu masih di arena Pekan Raya Jakarta, Monas.

Untuk memperkaya wawasan saya tentang arkeologi, saya juga membeli buku-buku astrologi, palmistri, astronomi, dan lain-lain. Kini buku-buku yang saya miliki lumayan banyak. Padahal saya bukan ilmuwan atau cendekiawan loh. Saya hanya pekerja lepas yang bekerja secara mandiri.

Dulu ayah saya pernah menjadi guru. Nah, buku-buku peninggalan almarhum ayah saya cukup banyak dan masih terpelihara sampai sekarang. Tante saya, adik ibu, juga pernah menjadi guru. Banyak bukunya juga ada pada saya.

Dihitung-hitung saya pernah menjadi jurnalis, PNS, dan karyawan swasta. Baru sejak krisis moneter 1998 saya menjadi pekerja lepas mandiri. Sejak itu saya tidak punya kantor.

Mencerdaskan masyarakat

Berhubung tidak punya kantor, tentu saya bisa bekerja semau saya. Kalau saya mau, biasanya saya berkunjung ke kantor teman-teman saya. Tujuannya hanya satu: minta buku. Kantor-kantor pemerintah memang menyediakan buku yang tidak diperjualbelikan. Cuma syaratnya kita harus datang sendiri. Karena sering menulis artikel di koran atau majalah, saya banyak dikenal. Itulah asyiknya berburu buku gratis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline