Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Piringan Hitam: Dulu Disukai Karena Suaranya Jernih, Kini Menjadi Buruan Kolektor

Diperbarui: 29 Agustus 2017   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Piringan hitam produksi Irama Record (Dokpri)

Ayah saya rupanya penggemar musik. Ada banyak piringan hitam yang ia wariskan kepada saya. Sayang karena sudah terlalu lama, banyak sampul piringan hitam itu telah rusak. Mungkin ayah saya kurang memperhatikan tempat penyimpanan, terutama setelah alat pemutarnya rusak. Setahu saya alat pemutar itu buatan Jerman, entah merknya apa. Sewaktu kecil, saya sering mendengar musik dari piringan hitam ayah.

Sekarang lemari kecil itu telah berubah fungsi. Bagian atas, yang tadinya tempat turntable, menjadi tempat gelas dan piring. Bagian bawah tempat memuat piringan hitam, menjadi tempat makanan kering.

Alat pemutar piringan hitam setahu saya memiliki berbagai nama. Ada yang menyebutnya gramofon, ada juga phonographdan turntable. Seingat saya, dulu ayah sering menyuruh saya, "Coba setel pelat". Mungkin pelat menjadi sebutan populer masyarakat awam.

Piringan hitam pun memiliki berbagai ukuran. Yang kecil berdiameter sekitar 20 sentimeter. Saking kecilnya, rata-rata memuat dua lagu pada sisi A dan dua lagu pada sisi B. Memang piringan hitam memiliki dua sisi. Tiap lagu dibatasi oleh garis agak tebal. Jadi kita mudah memilih lagu.

Besar kecilnya ukuran piringan hitam berpengaruh pada putaran. Maka pada alat pemutar piringan hitam selalu dituliskan 33 1/3, 45, 65, dan 78 RPM (Radial Per Minute).

Pemutar piringan hitam (Dokpri)

Saat itu biaya merekam lagu sangat mahal. Maka para musisi merekam dua lagu saja. Sebenarnya ada ukuran piringan hitam yang lebih besar sebagaimana milik saya. Ada yang tiap sisi berisi lima lagu, bahkan ada yang lebih. Piringan hitam yang memuat banyak lagu sering disebut long play.

Meskipun disebut piringan hitam, ternyata ada juga yang berwarna merah. Piringan hitam ini diproduksi di Hongkong. Ayah saya memiliki banyak piringan hitam yang saya amati merupakan produk luar Indonesia.

Produk Indonesia juga ada, antara lain Lilis Suryani, Bing Slamet, Rachmat Kartolo, Aida Mustafa, dan Trio Bintang. Dilihat dari label atau perusahaan rekaman, terbanyak bertuliskan Irama.

Perusahaan rekaman Irama Record didirikan pada 1954. Disusul Dimita dan Remako di Jakarta dan Lokananta di Solo. Setiap perusahaan rekaman memproduksi berbagai jenis lagu keroncong, daerah, dan pop.  

Dilihat dari label nama pada piringan hitam saya, banyak pula bertuliskan Columbia. Mungkin piringan hitam itu masih barang impor. Nama Columbia mengacu pada AS.

Alat pemutar piringan hitam lengkap dengan tempat penyimpanan piringan hitam (Dokpri)

Satu di antara sejumlah piringan hitam berbahasa Indonesia bertuliskan "Mari bersuka ria dengan irama Lenso". Rupanya piringan hitam itu merupakan produksi khusus karena bertanda tangan Presiden Soekarno. "Dipersembahkan oleh para seniman Indonesia dan karyawan IRAMA bertalian dengan 'Dasa Warsa Konperensi Afrika-Asia'," demikian tulisan yang berwarna merah. Pada piringan hitam itu, lagu utama adalah Bersuka Ria  yang merupakan Galian/Ciptaan Bung Karno.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline