Banyak orang bilang Jawa merupakan Negeri Seribu Candi. Entah berapa jumlah candi yang ada di Jawa, sampai sejauh ini belum dapat dipastikan. Yang jelas amat sangat banyak.
Ada candi yang sudah berdiri megah karena dipugar, misalnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Candi-candi berukuran besar seperti itu rata-rata sudah dimanfaatkan sebagai daya tarik pariwisata.
Yang jauh lebih banyak adalah candi-candi yang berukuran kecil, candi yang kurang lengkap, dan onggokan batu candi. Ketika ditemukan memang banyak candi berada dalam kondisi tidak utuh. Batu-batunya berserakan di mana-mana.
Batu-batu candi yang berserakan kemudian dikumpulkan di suatu tempat. Setelah itu "dijodohkan" oleh tenaga-tenaga terampil dari instansi purbakala. Mereka dikenal sebagai zoeker (pencari) dan steller (penyetel). Meskipun belum lengkap, kerja zoeker dan steller antara lain bisa dinikmati masyarakat lewat Candi Prambanan.
Candi ini ketika pertama kali ditemukan kondisinya amburadul. Banyak batunya dipakai oleh masyarakat untuk berbagai keperluan rumah tangga, seperti pagar halaman, pondasi rumah, dan pengganjal pintu. Setelah dikumpulkan, proses "penjodohannya" memerlukan waktu bertahun-tahun. Ini karena saking banyaknya batu candi yang perlu ditangani. Maklum, antarbatu candi hanya menggunakan pengait. Jadi antara batu kanan-kiri dan atas-bawah harus cocok.
Berserakan
Dulu candi didirikan di lahan milik kerajaan. Ratusan tahun kemudian candi ditinggalkan pendukungnya. Bisa dipastikan banyak candi rusak terkena berkali-kali gempa bumi lalu tertimbun material letusan gunung berapi. Sebagian lagi tertutup semak belukar. Kepemilikan lahan pun tidak jelas. Kemungkinan masyarakat yang semakin berkembang, menempati areal-areal kosong yang masih tersisa.
Tidak heran banyak candi atau paling tidak batu candi ditemukan di pekarangan warga atau di tanah milik warga. Ketika sedang menggarap tanah, biasanya cangkul terantuk benda keras.
Sampai sejauh ini di berbagai tempat sering ditemukan yoni. Ada yang di pekarangan warga, ada yang di tengah sawah, bahkan ada yang di tempat-tempat terpencil dan terendam dalam kali. Seorang rekan, Widjatmiko, melaporkan adanya sebuah yoni yang terletak di pinggir kali dan di bawah pohon kelapa. "Yoni ini berada di area persawahan milik warga," katanya.
Menurut Kamus Istilah Arkeologi -- Cagar Budaya tulisan R. Cecep Eka Permana, yoni adalah landasan lingga yang melambangkan kemaluan perempuan. Pada permukaan yoni terdapat sebuah lubang berbentuk segi empat di bagian tengah. Lubang ini untuk meletakkan lingga yang melambangkan kemaluan laki-laki. Pada salah satu sisi yoni terdapat cerat yang berfungsi sebagai pancuran. Yoni dan lingga biasanya dihubungkan dengan kehadiran candi.
Dari banyaknya yoni yang berserakan, tentu saja kita dapat menafsirkan betapa banyaknya candi di Jawa. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah benda-benda tersebut tetap digeletakkan di pekarangan warga atau tengah sawah, misalnya. Ataukah perlu dipindahkan ke tempat yang lebih aman agar terhindar dari udara panas dan hujan?