Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Mengeruk Devisa Lewat Kebudayaan, Mampukah Kita?

Diperbarui: 2 Juni 2017   03:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Gadang di Sumatera Barat, peninggalan budaya leluhur yang masih lestari hingga kini (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Pada pembukaan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin 30 Mei 1977 lalu, Ali Sadikin mengatakan, “Kalau ingin menjadi gubernur yang baik, masalah kebudayaan harus diurus”. PDS terletak di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), sebuah taman seni dan budaya yang juga dibangun oleh Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). TIM sendiri diresmikan pada 10 November 1968.

Perhatian Ali Sadikin kepada kebudayaan memang serius. Pada 1976 Ali Sadikin menjadikan kawasan Condet di Jakarta Timur sebagai Cagar Budaya Betawi. Pada masa itu salak Condet amat populer. Begitu pula rumah tradisional khas Betawi. Meskipun kemudian salak Condet dan rumah tradisional Betawi terpinggirkan, namun upaya Ali Sadikin patut diberi acungan jempol. 

Tujuh unsur kebudayaan

Istilah budaya atau kebudayaan memang sudah lama kita dengar. Kata budaya memiliki beberapa arti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, budaya berarti pikiran, akal budi, adat-istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Kata budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, buddhayah (merupakan bentuk jamak dari buddhi), berarti budi atau akal.

Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Antropolog Koentjaraningrat membagi kebudayaan atas tujuh unsur, yakni Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Religi, dan Kesenian.

Pada dasarnya kebudayaan sendiri terbagi atas dua bagian, yakni kebudayaan materi dan kebudayaan nonmateri. Dalam perjalanannya, masyarakat lebih mengenal kebudayaan sebagai seni dan budaya. Kemudian muncul istilah seniman dan budayawan, yang menekuni bidang kebudayaan.

Di pusat saat ini masalah kebudayaan ditangani oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, bagian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan memiliki lima direktorat, yaitu Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Mahaesa dan Tradisi, Direktorat Sejarah, Direktorat Kesenian, serta Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya.

Uniknya, di negara kita bidang kebudayaan pernah masuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Jadi terombang-ambing di antara dua kementerian. Entah kapan Kementerian Kebudayaan bisa berdiri sendiri.

Di tingkat provinsi/kabupaten/kota masalah kebudayaan ditangani oleh Dinas Kebudayaan ataupun dengan nomenklatur lain. Jelas sering terjadi salah kaprah tentang kebudayaan. Banyak pihak hampir selalu menganggap kebudayaan identik dengan kesenian.

Selain berhubungan dengan seniman dan budayawan, instansi kebudayaan juga mengurusi taman budaya dan museum. Taman budaya adalah tempat terbuka untuk kegiatan kebudayaan. Sementara museum adalah tempat pelestarian benda-benda budaya.

Menjual kebudayaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline